top of page

Bioskop Legendaris di Tabanan Saksi Sejarah Hiburan Era 1970-an

Gambar penulis: analisapostanalisapost

Diperbarui: 17 Feb

TABANAN - analisapost.com | Pada era 1970-an, Kabupaten Tabanan, Bali, dikenal sebagai pusat hiburan yang gemerlap dengan hadirnya dua bioskop legendaris: Bali Theater dan Tabanan Theater. Berlokasi strategis di area Pasar Tabanan, keduanya menjadi tujuan utama masyarakat untuk menikmati film-film terkini pada masanya.

Sisa-sisa kejayaan Tabanan Theater yang masih terlihat sudah tak berfungsi lagi di lantai dua area pasar Tabanan
Sisa-sisa kejayaan Tabanan Theater yang masih terlihat sudah tak berfungsi lagi di lantai dua area pasar Tabanan (Foto: Div)

Sisa-Sisa Kejayaan yang Masih Terlihat


Dari pantauan awak media AnalisaPost, jejak kejayaan bioskop di Tabanan masih bisa ditemui hingga kini. Meski gedung di lantai dua sudah usang, struktur bangunan tetap berdiri kokoh. Beberapa dinding bahkan menjadi kanvas mural, tanpa diketahui siapa pelukisnya.


Sejarah Unik Tabanan Theater


Tabanan Theater awalnya dikenal dengan nama Krida Theater. Menurut I Nyoman Suandri (88), seorang saksi sejarah yang tinggal di Banjar Pangkung, bioskop ini mengalami tiga kali pergantian nama.


"Bioskop di Tabanan itu milik Tjan Giok Hing. Awalnya bernama Wisnu pada tahun 1930, lalu berubah menjadi Nusantara setelah dibeli oleh M Jufri pada tahun 1950-an. Saat itulah pemilik Bioskop Wisnu pindah ke Jalan Gajah Mada, Denpasar. Saya saat itu masih duduk di bangku SMP," kenang Suandri, Kamis (13/2/25).


"Waktu itu, saya hanya bisa nonton film untuk semua umur karena belum banyak film percintaan. Kalau mau nonton, di pintu karcis pasti di jaga polisi dan anggota Kodim sebab kalau film dewasa, 17 tahun keatas, anak-anak tidak boleh menonton," katanya sambil tertawa.


Pria kelahiran tahun 1937 pun menceritakan sejarah keberadaan bioskop tua di Tabanan. Bahkan ia mengetahui peralihan nama Bioskop Wisnu menjadi Tabanan Theater.


Pada tahun 1964, Bioskop Nusantara dibeli oleh PT Gita Bali, sebuah perusahaan otobus, dan namanya diubah menjadi Krida Theater. Suandri yang saat itu berusia 26 tahun mendapat kepercayaan menjadi manajer dan bertanggung jawab atas publikasi film yang diputar.


"Ketika Bioskop berganti nama Krida, saat itulah saya mulai bekerja. Saya di beri kepercayaan mengurus Bioskop Krida tidak lagi di pengangkutan Gita Bali, karena saya suka melukis dan semuanya berjalan dengan baik," terangnya.

I Nyoman Suandri Mantan Manager Bioskop yang menjadi saksi sejarah
I Nyoman Suandri Mantan Manager Bioskop yang menjadi saksi sejarah (Foto: Div)

Untuk publikasi atau reklame, ia buat dalam kertas manila menggunakan cat plakat dan di display depan pintu masuk bioskop. Setiap satu minggu sekali, reklame pasti diganti sesuai dengan judul film yang akan diputar.


Namun, karena mengalami kerugian, pada tahun 1976 bioskop itu dijual lagi kepada CV Harapan, pemilik Hotel Denpasar, dan berubah nama menjadi Tabanan Theater. Perubahan ini tidak hanya membawa wajah baru pada gedung bioskop, tetapi juga menghadirkan suasana yang lebih modern pada masanya.


Persaingan dengan Bali Theater


Tabanan Theater bersaing ketat dengan Bali Theater yang terletak di Jalan Melati. Bali Theater dikenal sebagai tempat favorit untuk menonton film India berdurasi panjang, sedangkan Tabanan Theater lebih populer dengan film Hongkong dan Kungfu.


"Bali Theater milik Aow Tjin Tjiang selalu penuh penonton. Kapasitasnya 400 kursi, sementara Tabanan Theater bisa menampung hingga 600 penonton. Beberapa film Barat pernah di putar Tabanan Theater saat itu Bioskop Krida, ramai di tonton seperti Jams Bon, Franco Nero, Anthony Steffen dan lain sebagainya. Begitulah fanatiknya penonton," jelas Suandri.


Menurut Suandri, Bali Theater sudah ada sejak tahun 1950-an pemilik dari pabrik rokok Kanari dan Limun.


Meskipun telah berpindah tangan, Suandri tahun 1979 diberi kepercayaan untuk mengelola bioskop di wilayah Bali Timur.


"Saya pindah dan tinggal di Klungkung. Saya disuruh mengelola bioskop empat tempat Gianyar, Bangli Klungkung, dan Karangasem. Selain itu saya juga mengedarkan film ke Singaraja dan Negara. Jadi kalau di bidang perfilman saya cukup lama," ucapnya.


Selama lima tahun di Klungkung, ia tidak lagi mengikuti perkembangan Tabanan Theater secara langsung. Ia mengaku mengetahui persaingan antara Bali Theater dan Tabanan Theater, keduanya bersaing ketat untuk menarik penonton.

Tampak jejak kejayaan bioskop di Tabanan masih bisa ditemui hingga kini. Meski gedung di lantai dua sudah usang, dan beberapa dinding bahkan menjadi kanvas mural
Tampak jejak kejayaan bioskop di Tabanan masih bisa ditemui hingga kini. Meski gedung di lantai dua sudah usang, dan beberapa dinding bahkan menjadi kanvas mural (Foto: Div)

"Untuk tiketnya saat itu paling murah 100 rupiah dan paling mahal tiketnya 300 rupiah sudah nonton film bagus. Tetapi kalau di Denpasar dengan kapasitas 1000 penonton harga tiket 500 rupiah sudah menguras kantong," terangnya kepada awak media AnalisaPost.


Akhir Kejayaan dan Kenangan yang Tersisa


Pada tahun 1984, Suandri mengundurkan diri sebagai manajer bioskop. Ia melihat tren bisnis bioskop mulai meredup seiring munculnya kaset video. Kini, gedung Tabanan Theater sebagian telah diubah menjadi blok-blok pertokoan, meski sisa bangunan lantai dua masih berdiri.


Sementara salah satu warga pemilik toko di area pasar dekat Tabanan Theater, saat ditanya terkait keberadaan gedung Tabanan Theater mengatakan bahwa sempat mendengar kabar gedung bioskop yang sudah tidak berfungsi akan dibangun kembali.


"Awalnya kami merasa senang karena pasar Tabanan akan di revitalisasi. Otomatis bioskopnya juga bakalan dibangun kembali. Tapi hingga saat ini, hal itu belum terealisasi," terang pria tua yang tak mau disebut namanya sambil memperbaiki letak dagangannya di mobil.


"Disini yang jualan tidak banyak. Coba lihat kedalam bangunannya seperti apa, pasti banyak yang takut untuk masuk kedalam pasar. Kalau mau lihat gedung bioskopnya ada di lantai 2, boleh masuk kalau berani," ungkapnya sambil menunjukan jalan menuju gedung bioskop dan akhirnya pria itupun pergi.


Bagi generasi yang pernah merasakan masa keemasannya, Bali Theater dan Tabanan Theater bukan sekadar tempat menonton film. Mereka adalah saksi bisu kenangan manis, mulai dari pertemuan pertama dengan sang kekasih hingga momen berkumpul bersama keluarga dan teman.


Seiring berkembangnya zaman dan hadirnya teknologi digital, bioskop-bioskop legendaris ini kini tinggal kenangan. Namun, cerita dan sejarahnya tetap hidup dalam ingatan masyarakat Tabanan.(Dna)


Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com

Comments


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya