SURABAYA - analisapost.com | Tambak Bayan Tengah adalah salah satu kampung Cina yang berada di pusat Kota Surabaya sejak tahun 1930. Sebelah Timur berbatasan dengan sungai Kalimas tepatnya Tambak Bayan Tengah No.37, RT 2 RW 2 Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan.
Dengan akses transportasi umum, kampung Tambak Bayan bisa dijelajahi melalui sebelah Barat berbatasan dengan Jl. Keramat Gantung di belakang deretan toko yang menjual beragam karpet, kulit, dan busa. Sebelah Utara berbatasan dengan Jl.Pasar Besar Wetan, dan sebelah Selatan berbatasan dengan Kampung Kepatihan.
Sebagai Kampung tua di Surabaya yang dihuni mayoritas keturunan Tionghoa, Tambak Bayan tetap eksis hingga sekarang. Mereka menempati sisi-sisi dari bangunan utama terbuat dari kayu jati didirikan sejak tahun 1866.
"Bangunan ini sudah ada sejak tahun 1866, sampai sekarang belum pernah di renovasi. Bangunan ini di sekat menjadi tempat tinggal warga, sementara ruang tamu pada bangunan utama seperti hall di fungsikan sebagai tempat pertemuan warga juga digunakan untuk workshop sekaligus sebagai ruang serbaguna bagi warganya seperti Hari Raya Imlek atau pergantian Tahun Baru," cerita Suseno Karja, Ketua RT 2 Tambak Bayan yang kerap disapa Seno kepada awak media AnalisaPost, Minggu (11/2/24).
"Meskipun mayoritas etnis Tionghoa, tidak banyak yang bisa bahasa mandarin. Kalaupun berbahasa, yang umum saja seperti makan, minum dan lainnya karena ada pembauran. Untuk warga keturunan Tionghoa tidak di dominasi satu agama, tetapi mereka berasal dari berbagai agama secara turun temurun karena telah menikah dengan warga pribumi,"ungkap Seno.
Perayaan Imlek di Tambak Bayan bisa dinikmati oleh siapa saja dan tahun ini merupakan ke tiga kalinya kampung pecinan Tambak Bayan Tengah, Surabaya mengadakan Festival Lampion. Mereka menghias kampung dengan lampion buatan sendiri secara bergotong royong.
Festival ini di selenggarakan selama dua hari mulai tanggal 10-11 Februari 2024. Beberapa ornamen lampion yang dibuat yakni lampion naga, dan damar kurung digantung menghiasi langit-langit yang terlihat sudah rusak karena tergerus usia bangunannya.
"Disini semua warga bekerja secara gotong royong untuk membuat lampion terutama lampion naga terbuat dari galon bekas dan diletakan di gapura pintu masuk kampung," ujarnya.
"Selain menghias kampung, pada tanggal 10 mulai pukul 07.00-21.00 ada arak-arakan Barongsai keliling kampung, ada wayang kontenporer, Blang Bleng oleh Ki Ompong seorang seniman keliling yang selalu mementaskan wayang di daerah, dan berdiskusi bersama komunitas Begandring mengenai budaya peranakan, sejarah kedatangan Tionghoa ke Surabaya serta peran mereka dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia," jelasnya.
"Kemudian pada tanggal 11 mulai pukul 15.00-22.00 ada Bengkel Seni Manyar Jaya, Farida, Sanggar Seni Omah Ndhuwur, serta Tari Remo. Ini merupakan perpaduan dari budaya Tionghoa dan Jawa," ucapnya.
Seno juga menyampaikan warga yang tinggal di kampung Pecinan Tambak Bayan, tidak hanya dari etnis Tionghoa, namun ada dari suku Jawa dan Madura yang dihuni sekitar 70 kepala keluarga (KK). Suseno sendiri merupakan generasi ketiga yang mendiami bangunan tersebut dan sebagian memasuki generasi keempat.
"Mereka hidup berdampingan dengan harmonis. Toleransi disini sangat kuat dan saling mensuport meskipun ruangan ini kecil, kami tetap mempertahankan karena tempat ini menjadi saksi bisu sejarah dimana ruang hidup kami dirampas oleh penguasa dan yang mempunyai kekuasaan. Kalau bisa bersuara, kampung Pecinan selalu ada kebaikan untuk hidup mungkin pemerintah akan menoleh,"tegasnya.
"Dengan ada festival di Tambak Bayan yang penuh jejak sejarah etnis Tionghoa, berharap tempat ini bisa layak dan menjadi cagar budaya," tutupnya mengakhiri.
Ia menambahkan bahwa, warga keturunan Tionghoa di Tambak Bayan adalah mayoritas ekonomi menegah kebawah. Sesuai dengan sejarah nenek moyang mereka yang merupakan tukang kayu. Meski demikian, warga tetap merayakan Imlek dengan penuh antusias.
Senada dengan Pak RT, Cak Gepeng salah satu warga Tambak Bayan juga mengatakan hal yang sama,"saya asli warga sini, disini selalu tiap tahun selalu ada kegiatan seperti pameran, diskusi hingga barongsai keliling kampung itu uniknya. Disisi lain bangun tua tersebut sudah ada kira-kira tahun 1866. Saya merupakan generasi ketiga. Keinginan kita mempertahankan tradisi leluhur dan jangan sampai tergusur,"harapnya(Dna/Che)
Dapatkan berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari dan ikuti berita terbaru analisapost.com di Google News klik link ini jangan lupa di follow.
Comments