Makna di Balik Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong, Kemenangan Hukum atau Strategi Politik
- analisapost

- 1 Agu
- 2 menit membaca
Diperbarui: 8 Agu
SURABAYA - analisapost.com | Keputusan Presiden Prabowo Subianto mengusulkan pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan amnesti kepada politisi PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto memantik perdebatan luas di publik, Jumat, (1/8/25).

Meski secara konstitusi hal tersebut merupakan hak prerogatif presiden, proses dan momentum politik di baliknya menimbulkan beragam tafsir dan pertanyaan.
Adapun Abolisi adalah penghapusan proses hukum yang di berikan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana. Abolisi ini di berikan Presiden dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Sedangkan Amnesti adalah penghapusan hukuman yang di berikan Presiden kepada seseorang atau kelompok telah melakukan tindak pidana.
Hasto Kristiyanto sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara serta denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Ia dinyatakan terbukti terlibat dalam kasus suap terkait pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.
Sementara itu, Tom Lembong tersandung perkara dugaan korupsi dalam kebijakan importasi gula kristal rafinasi pada tahun 2023, saat ia menjabat sebagai pejabat di bidang ekonomi dalam pemerintahan sebelumnya.
Keputusan pemberian amnesti dan abolisi kepada keduanya diumumkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) awal pekan ini. Pemerintah beralasan bahwa langkah ini diambil demi menjaga stabilitas politik nasional serta menghindari ketegangan horizontal yang berpotensi meluas.
Namun, di kalangan masyarakat dan pengamat hukum, keputusan tersebut justru menimbulkan tanda tanya besar. Tidak sedikit yang menilai bahwa proses hukum terhadap keduanya terkesan dipaksakan dan sarat nuansa politis.
Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD buka suara soal pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto oleh Presiden baru-baru ini.
Menurut Mahfud, pemberian abolisi dan amnesti kepada dua orang tersebut menandakan bahwa gerakan masyakarat sipil yang luar biasa dalam menghimpun amicus curiae atau pihak ketiga yang memberikan pendapat atau informasi kepada pengadilan dalam suatu perkara, meskipun bukan pihak yang berperkara.
“Itu satu, untuk meredam gejolak. Lalu yang kedua untuk meluruskan proses peradilan yang penuh nuansa politis daripada nuansa yuridis. Tidak bisa dipungkiri dulu Tom Lembong ini dibawa ke pengadilan ini kan sangat politis. Kenapa politis? Gampang aja, dia melakukan apa yang dituduhkan sebagai yang korupsi itu di tahun 2015, sementara sesudah itu ada menteri-menteri yang lain yang melakukan itu dengan dasar yang sama, malah lebih besar,” katanya.
Sejumlah analis politik juga menyoroti momen pemberian grasi ini, yang terjadi menjelang konsolidasi pemerintahan baru. Keduanya dikenal sebagai tokoh yang aktif menyuarakan kritik terhadap kebijakan tertentu.
Tom Lembong, misalnya, vokal menyampaikan pandangan berbeda soal tata kelola ekonomi dan transparansi data investasi. Sementara Hasto, sebagai Sekjen PDI Perjuangan, sering kali menjadi figur sentral dalam dinamika internal partai penguasa.
Hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari KPK maupun Mahkamah Agung terkait grasi tersebut. Sementara pihak Istana menegaskan bahwa keputusan ini telah melalui kajian hukum dan pertimbangan politis yang matang.
Apakah langkah ini benar untuk kepentingan nasional, atau justru menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia, masih menjadi perdebatan. Yang jelas, publik berhak untuk tahu lebih banyak dan berharap hukum tidak dijadikan alat tawar-menawar kekuasaan. (Che/Dna)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com





Komentar