Renovasi Ponpes Al Khoziny Gunakan Dana APBN, Pemerintah Diminta Adil dalam Fasilitasi Rumah Ibadah
- analisapost
- 3 hari yang lalu
- 3 menit membaca
Diperbarui: 46 menit yang lalu
SIDOARJO - analisapost.com | Rencana pemerintah merenovasi Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) menuai tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Sejumlah pihak menilai kebijakan tersebut perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial maupun ketimpangan antar lembaga keagamaan.

Kritik salah satunya datang dari Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Golkar, Atalia Praratya. Ia menilai, penggunaan APBN untuk renovasi ponpes harus memiliki mekanisme yang jelas dan adil.
“Mekanisme penggunaan APBN harus jelas dan adil. Pemerintah perlu memastikan bahwa alokasi anggaran tersebut sesuai aturan dan tidak menimbulkan ketimpangan antar lembaga pendidikan keagamaan,” ujar Atalia.
Ia juga meminta agar pemerintah meninjau ulang kebijakan tersebut dan memastikan proses hukum serta transparansi anggaran tetap dijaga.
"Usulan penggunaan APBN ini harus dikaji ulang dengan sangat serius. Kebijakan ke depan harus lebih adil, transparan, dan tidak menimbulkan kecemburuan sosial,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar menegaskan, renovasi Ponpes Al Khoziny akan tetap menggunakan dana APBN. Ia beralasan, langkah tersebut merupakan bentuk kehadiran negara untuk menjamin kelayakan tempat belajar para santri.
"Ponpes Al Khoziny ini layak dibantu APBN. Jumlah santrinya mencapai 1.900 orang, mau sekolah di mana kalau tidak dibantu? Masa dibiarkan belajar di tenda? Pemerintah tidak boleh diam saja,” ujar Muhaimin saat meninjau lokasi ponpes di Sidoarjo.
Muhaimin menambahkan, bantuan tersebut merupakan tanggung jawab moral dan sosial pemerintah untuk memastikan pendidikan keagamaan berjalan dengan layak.
Sorotan Soal Legalitas Bangunan
Ponpes Al Khoziny sebelumnya menjadi sorotan publik setelah salah satu mushola di kompleks pesantren itu roboh. Berdasarkan informasi awal, mushola tersebut diduga belum memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) dan menggunakan konstruksi yang tidak sesuai standar.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengungkapkan, dari sekitar 42 ribu pondok pesantren di Indonesia, hanya 51 yang memiliki izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kondisi ini menunjukkan masih banyak lembaga pendidikan keagamaan yang belum memenuhi aspek legalitas dan keselamatan bangunan.
Seruan Kesetaraan Antar Umat Beragama
Rencana penggunaan dana APBN untuk renovasi ponpes juga memunculkan perdebatan soal kesetaraan antar umat beragama. Sejumlah kalangan menyoroti bahwa pembangunan rumah ibadah agama lain, seperti gereja, sering kali mengalami kesulitan perizinan, padahal tidak menggunakan dana dari APBN maupun APBD.

Ketua Badan Kerja Sama Gereja (BKSG) Lembaga Keagamaan Indonesia, Pendeta Dr. Ferdinand Watti, M.Th, M.Pd.K, menyampaikan empati atas musibah yang dialami Ponpes Al Khoziny. Namun, ia menekankan pentingnya kehadiran negara yang adil bagi seluruh umat beragama.
"Agama Islam, Kristen, dan lainnya, termasuk aliran kepercayaan, semuanya dilindungi dan difasilitasi oleh negara. Kami berempati atas musibah yang menimpa Ponpes Al Khoziny dan bersyukur jika negara hadir membantu,” ungkapnya kepada awak media AnalisaPost, Rabu (15/10/25).
"Namun pemerintah juga wajib hadir untuk seluruh agama dan kepercayaan di Indonesia. Negara tidak boleh mempersulit perizinan gereja atau rumah ibadat lainnya. Semua agama memiliki kedudukan setara di mata hukum,” tambahnya.
Ferdinand juga mengajak semua pihak untuk memperkuat toleransi dan moderasi beragama.
"Perbedaan adalah keniscayaan. Mari kita tingkatkan komunikasi lintas iman dan dorong pemerintah agar bersikap adil terhadap semua umat,” katanya.
Negara Diharapkan Bersikap Adil
Berbagai pihak berharap agar kebijakan pemerintah dalam penggunaan dana publik untuk pembangunan fasilitas keagamaan dilakukan secara adil dan proporsional.
Konstitusi Indonesia, yakni UUD 1945 Pasal 29 ayat (2), menegaskan bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu."
Dengan demikian, setiap upaya bantuan pemerintah terhadap lembaga keagamaan baik Islam, Kristen, Hindu, Buddha, maupun kepercayaan lainnya diharapkan tetap berpegang pada prinsip keadilan, transparansi, dan kesetaraan antar umat beragama. (Che)
Dapatkan berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari dan ikuti berita terbaru analisapost.com klik link ini jangan lupa di follow.