Rumah Proklamasi dan Kisah Faradj Martak yang Terlupakan
- analisapost
- 4 hari yang lalu
- 2 menit membaca
SURABAYA - analisapost.com | Rumah bersejarah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat, yang menjadi lokasi pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, ternyata merupakan milik seorang saudagar kaya keturunan Arab, Faradj bin Said Awad Martak.

Nama Faradj bin Said Awad Martak.atau yang lebih dikenal Faradj Martak nyaris tak terdengar dalam buku sejarah resmi. Padahal, ia berperan penting dalam mendukung langkah politik Soekarno, termasuk menyediakan rumah yang kemudian menjadi saksi pembacaan naskah proklamasi.
Faradj Martak dikenal sebagai Direktur Utama NV Algemeene Import-Export en Handel Marba dan merupakan saudagar terkemuka asal Yaman yang menetap di Batavia.
Ia bukan hanya sahabat Bung Karno, tetapi juga seorang dermawan yang secara konkret membantu perjuangan kemerdekaan, baik secara finansial maupun logistik.
Salah satu kontribusinya yang paling monumental adalah pembelian rumah di Pegangsaan Timur 56, yang sebelumnya dimiliki seorang warga Jepang. Rumah itu kemudian dihibahkan kepada negara melalui Soekarno dan Hatta.

Di rumah itulah Soekarno, setelah dibebaskan dari peristiwa penculikan Rengasdengklok, beristirahat karena demam sebelum membacakan teks proklamasi pada pukul 10.00 WIB keesokan harinya.
Menurut Yusuf Martak, keponakan Faradj, pamannya adalah tokoh kunci di balik layar kemerdekaan Indonesia. “Sayangnya, sejarah tidak mencatatnya dengan layak,” ujarnya kepada awak media AnalisaPost.Rabu (20/5/25).
Selain membantu secara logistik, Faradj juga aktif dalam organisasi sosial dan pendidikan yang mendukung pergerakan nasional. Ia turut memperkuat jaringan antara saudagar Arab dan para tokoh pergerakan Indonesia.
Sebagai bentuk penghargaan, pada 14 Agustus 1950, Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan surat ucapan terima kasih kepada Faradj Martak. Surat itu ditandatangani oleh Ir. HM Sitompul, Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan kala itu.
Meski begitu, nama Faradj Martak perlahan menghilang dari narasi sejarah arus utama. Rumah tempat dibacakannya proklamasi pun telah dibongkar pada 1960-an. Kini, lokasi itu menjadi bagian dari Taman Proklamasi, lengkap dengan taman bunga dan pepohonan asri.

“Tanpa peran tokoh seperti Faradj Martak, sejarah bisa saja berjalan berbeda. Beliau adalah bukti nyata kontribusi masyarakat keturunan Arab dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia,” kata Yusuf Martak.
Banyak pihak kini mendorong agar kisah Faradj Martak dimasukkan kembali ke dalam kurikulum dan literatur sejarah nasional. Sebab sejarah, seharusnya tidak melupakan mereka yang berjuang di balik layar.(Dna/Che)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com
Comments