Aksi Solidaritas Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia di Kota Bandung Mengecam Tindakan TNI
top of page

Aksi Solidaritas Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia di Kota Bandung Mengecam Tindakan TNI

SURABAYA - analisapost.com | Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Bandung, Ikatan Mahasiswa Se-Tanah Papua Bandung Jawa Barat (IMASEPA BJB), dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (Fri-WP) Kota Bandung melakukan aksi untuk menyampaikan pendapat dan mengutuk kekerasan militer yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Puncak Papua, Rabu (27/3/2024)

Aksi Solidaritas Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia di Kota Bandung Mengecam Tindakan TNI
Aksi Solidaritas Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia di Kota Bandung Mengecam Tindakan TNI (Foto: Istimewa)

Aksi ini berawal dari beredarnya video penyiksaan yang diduga dilakukan sejumlah prajurit TNI terhadap masyarakat sipil Papua. Mereka kecewa dan mengecam tindakan kekerasan yang bertentangan dengan kemanusiaan.


Aksi ini berpusat di Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung. Sebelumnya, massa AMP telah melakukan aksi di depan Kodam III/Siliwangi, Jalan Aceh.


Selain memberikan orasi, mereka juga menggelar poster-poster yang berisi tulisan seperti Referendum sebagai Solusi, Kemerdekaan adalah Hak Setiap Bangsa, dan Papua Merdeka.


Juru Bicara Aksi, Jess Wakur, menjelaskan bahwa pihaknya melakukan aksi sebagai respons terhadap tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh aparat negara terhadap tiga orang warga sipil Papua.


"Rekaman kekejaman ini beredar melalui media sosial dan telah menjadi perbincangan serta mendapat kecaman luas di Tanah Air," ucapnya.


Jes juga mengutuk peran TNI dan Polri dalam operasi militer di Papua yang justru membuat masyarakat sipil menjadi sasaran. Menurutnya, video penyiksaan yang terdokumentasi dan kemudian menjadi viral diduga dilakukan oleh anggota Raider 300/Bjw dari Kodam III/Siliwang.


Jes menyampaikan bahwa sebelum tanggal 3 Februari 2024, beredar isu tentang perampasan senjata oleh TPNPB di ibu kota Kabupaten Puncak, Kagago. Sebagai respons terhadap isu tersebut, aparat TNI melakukan patroli. Dalam operasi siaga 1 pada tanggal 3 Februari 2024, aparat TNI menemukan tiga orang yang sedang mencari alang-alang untuk membuat Honai. Ketiganya diduga terlibat dalam kelompok TPNPB.


"Mereka ditangkap tanpa dimintai keterangan mengenai status mereka dan tanpa ada bukti yang cukup. Aparat TNI kemudian membawa tiga warga sipil, yakni Warinus Murib (18 tahun), Definus Kogoya (19 tahun), dan Alius Murib (19 tahun), ke pos TNI di Manggume, Distrik Amukia, Kabupaten Puncak Papua, Provinsi Papua Tengah," jelasnya.

Aliansi Mahasiswa Papua pun menyatakan sikap
Aliansi Mahasiswa Papua pun menyatakan sikap (Foto: Istimewa)

“Saat itu, mereka diduga sebagai bagian dari simpatisan TPNPB. Tanpa proses pengadilan yang adil, mereka langsung menjadi korban pemukulan dan penyiksaan yang sangat brutal serta sadis. Dari aksi ini, kami menuntut agar pelaku diadili sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Mereka harus mendapat hukuman setimpal dengan kejahatan yang mereka lakukan.”teriaknya.


Dari rekaman video penyiksaan yang beredar, Jes telah memastikan bahwa salah satu korban adalah Warinus Murib. Tangannya diikat dan dia dimasukkan ke dalam drum yang berisi air. Warinus disiksa secara kejam hingga menyebabkan kematian.


Sementara itu, dua orang lainnya, setelah mengalami interogasi dan penyiksaan, dibebaskan dan dibawa ke rumah sakit. Orang tua kedua korban tersebut, merasa khawatir atas keamanan anak-anak mereka di rumah sakit, akhirnya memutuskan untuk membawa kedua korban pulang agar dapat mendapatkan perawatan medis di rumah.


Sementara itu, Korlap II dalam aksi tersebut, Kang Pilamo, mengungkapkan, "Kami mendesak Komnas HAM untuk segera melakukan investigasi dan memperjuangkan agar kasus ini diambil tindakan hukum yang sesuai, serta pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.

Kami juga meminta agar Presiden sebagai panglima tertinggi untuk menarik kembali keberadaan militer organik maupun non-organik dari Papua, dan kami menyerukan kepada DPR RI untuk melakukan evaluasi ulang terkait penempatan militer secara besar-besaran dan sangat masif di Papua," tambah Pilamo.


Dalam konteks yang sama, Fransiskus Iyai sebagai Korlap I menyatakan, "Perlu kami sampaikan bahwa kejadian seperti ini hanyalah satu dari banyak kasus penyiksaan dan penganiayaan oleh oknum aparat TNI maupun polri terhadap masyarakat sipil di tanah Papua. Di Papua, praktik-praktik semacam ini telah berlangsung lama, terstruktur, sistematis, dan meluas." imbuhnya.


Ia juga mengungkapkan bahwa masyarakat non-Papua atau yang berada di luar Papua jarang sekali mengetahui tentang persoalan di Papua, bahkan ada yang sama sekali tidak menyadari hal tersebut karena adanya pembatasan media dan pembatasan akses jurnalis nasional maupun internasional ke Papua.


Aliansi Mahasiswa Papua pun menyatakan sikap, di antaranya:

  1. Mengecam Pangdam XVII Cenderawasih segera mengakui adanya anggota TNI yang melakukan penyiksaan terhadap warga sipil orang asli di Puncak Papua.

  2. Negara Indonesia melalui Komnas HAM segera mengusut tuntas segala pelanggaran HAM dan melakukan investasi di tanah Papua.

  3. Negara harus segera menghentikan dan menarik militer organik dan non-organik dari seluruh tanah Papua.

  4. Buka ruang bagi jurnalis dan demokrasi di seluruh tanah Papua.


"Oleh karena itu, upaya penyampaian informasi terkait kejadian di seluruh tanah Papua ini sangat diperlukan oleh mahasiswa Papua di seluruh kota studi. Saya juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk bersama-sama mengecam perilaku tidak manusiawi seperti ini, karena jika dibiarkan, dampaknya tidak hanya dirasakan di Papua, tetapi juga bisa merembes hingga ke pulau Jawa bahkan ke seluruh Indonesia," tegasnya.(Red)

529 tampilan0 komentar
bottom of page