top of page

Bali Butuh Ketegasan: Regulasi Tata Ruang Jangan Lagi Abu-abu

Denpasar - analisapost.com | Bali tengah menghadapi tantangan serius dalam pengelolaan tata ruang seiring pesatnya pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana. Ruang terbuka hijau semakin sulit ditemukan, sementara wajah Pulau Dewata ikut berubah.

Pakar Tata Kota Universitas Warmadewa, Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain (Foto:  Div)
Pakar Tata Kota Universitas Warmadewa, Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain (Foto: Div)

Kondisi ini dinilai menjadi salah satu pemicu tingginya risiko bencana, termasuk banjir bandang yang melanda sejumlah wilayah beberapa waktu lalu.


Pakar Tata Kota Universitas Warmadewa, Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, mengingatkan bahwa banjir bandang tersebut seharusnya menjadi peringatan keras bagi pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan rencana tata ruang, khususnya dalam memperluas dan melindungi kawasan konservasi seperti Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai.


ā€œDi Bali, terutama di Denpasar, tata ruang memang banyak mengalami perubahan. Harusnya ada ketegasan dan regulasi yang jelas, meskipun peraturannya sudah mengikat. Sama halnya banjir bandang, itu memang proses alam, tetapi kita tidak bisa menutup mata terhadap faktor tata ruang yang ikut memengaruhi,ā€ kata Prof. Rumawan saat ditemui awak media AnalisaPost, Selasa (23/9/25).


Menurut Prof. Rumawan, Bali memerlukan tata ruang yang lebih disiplin agar pembangunan tidak merusak keseimbangan lingkungan.

Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai (Foto: Div)
Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai (Foto: Div)

Ia menekankan bahwa mitigasi bencana harus menjadi bagian penting dalam perencanaan pembangunan, bukan hanya fokus pada aspek ekonomi dan pariwisata.


ā€œMitigasi bencana banjir harus terintegrasi dengan perencanaan tata ruang. Kalau ruang terbuka hijau terus berkurang, daya resapan air akan melemah, sehingga risiko banjir semakin besar,ā€ jelasnya.


Berdasarkan data Dinas Kehutanan Bali, luas Tahura Ngurah Rai yang membentang di antara Denpasar, Badung, dan Gianyar mencapai sekitar 1.373,5 hektare, di mana lebih dari 1.000 hektare di antaranya berupa ekosistem mangrove.


Secara keseluruhan, Bali memiliki sekitar 2.100 hektare kawasan mangrove, yang berfungsi vital sebagai penyerap air, pelindung pesisir, serta benteng alami dari banjir dan abrasi.


Namun, tekanan pembangunan, alih fungsi lahan, hingga aktivitas reklamasi membuat keberadaan ruang hijau dan kawasan lindung semakin terdesak. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kebutuhan masyarakat akan lingkungan yang sehat dan aman dari bencana.


Krisis ruang hijau juga terlihat jelas pada kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung, salah satu sungai utama di Bali. Dari total luasan sekitar 49.500 hektare, kini hanya tersisa 1.500 hektare (3 persen) yang masih tertutupi pohon.


Data sejak tahun 2015 hingga 2024 menunjukkan telah terjadi konversi lahan hutan menjadi non-hutan seluas 459 hektare. Berkurangnya tutupan hutan ini membuat DAS Ayung kehilangan fungsi vitalnya dalam menahan aliran air, sehingga risiko banjir bandang dan bencana hidrometeorologi lain semakin tinggi, terutama saat hujan ekstrem.


Selain itu, jika dibandingkan dengan luas wilayah Bali secara keseluruhan yang mencapai 563.670 hektare, total ruang hijau yang ada saat ini hanya sekitar 6.473,5 hektare atau 1,15 persen. Angka ini sangat jauh dari standar ideal WHO yang menetapkan minimal 30 persen ruang terbuka hijau (sekitar 169.101 hektare untuk Bali). Artinya, Bali masih kekurangan lebih dari 162.000 hektare ruang hijau untuk memenuhi standar tersebut.


Prof. Rumawan menambahkan, pemerintah daerah perlu memperkuat pengawasan agar aturan tata ruang tidak hanya menjadi dokumen administratif, tetapi benar-benar dijalankan di lapangan.


ā€œSaya tidak mau menyalahkan siapa pun. Tetapi yang jelas, tata ruang harus lebih ditegakkan supaya bencana tidak semakin sering terjadi,ā€ ujarnya.

ree

Data Kunci Ruang Hijau Bali


Luas wilayah Bali: ±563.670 hektare

Total ruang hijau yang ada (Tahura, mangrove, & kawasan lain): ±6.473,5 hektare


Persentase ruang hijau Bali saat ini: hanya sekitar 1,15% dari luas wilayah


Standar WHO: minimal 30% wilayah, setara dengan ±169.101 hektare. Kekurangan ruang hijau: ±162.628 hektare.


Perubahan wajah Bali yang kian padat bangunan tanpa diimbangi ruang hijau, kini menjadi alarm keras.


Banjir bandang yang melanda beberapa wilayah seakan menjadi tanda bahwa Pulau Dewata membutuhkan kebijakan tata ruang yang lebih berpihak pada keseimbangan alam dan keselamatan warganya. (Dna/Che)


Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnyaĀ  setiap hari di analisapost.com


Komentar


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya