Cerita Dua Generasi Perias Jenazah, Profesi yang Tak Banyak Dilirik
- analisapost
- 2 hari yang lalu
- 4 menit membaca
Diperbarui: 9 jam yang lalu
SURABAYA - analisapost.com | Tidak banyak yang memilih jalan sunyi seperti yang ditempuh Bu Dewi dan Julia. Dua perempuan lintas generasi ini berbagi panggilan hati yang sama: merawat dan merias jenazah dengan penuh hormat di Tiara Funeral Profesional, Surabaya. Di tangan mereka, perpisahan terakhir bukan sekadar prosesi duka, melainkan penghormatan terakhir bagi yang berpulang.

Bu Dewi, perempuan paruh baya yang telah puluhan tahun mengabdi di dunia pemulasaraan, mengaku pekerjaan ini bukan sekadar rutinitas, melainkan ibadah. Selama 35 tahunĀ ia menjadi pemandi dan perias jenazah, menyaksikan berbagai kisah duka keluarga yang kehilangan orang terkasih.
"Setiap jenazah punya cerita. Tugas kami membuat keluarga merasa tenang, bahwa orang yang mereka cintai dirawat dengan hormat dan kasih,ā ujarnya pelan.
Profesi yang dipilih Bu Dewi memiliki peran penting dalam suatu proses pemakaman. Momen ini adalah momen terakhir kalinya keluarga dapat melihat orang yang mereka cintai secara fisik sebelum peti mati ditutup.
Setelah jenazah dibersihkan dan siapkan, Dewi bertanggung jawab untuk mereplikasiĀ penampilan seseorang semasa hidupnya. Riasan yang digunakan pada jenazah sesuai dengan penampilan semasa hidupnya. Bukan tanpa alasan, hal ini ditujukan agar keluarga yang ditinggalkan tetap mengingat seseorang yang dicintainya meninggal dalam keadaan terbaiknya.
"Kami sebagaiĀ periasĀ jenazahĀ memiliki teknik tersendiri, jangan sampai mereka terlihat meninggal dalam keadaan tidak siap. Tapi harus terlihat cantik,ā kata Dewi kepada awak media AnalisaPost, Senin (20/10/25).
Merias jenazah juga tidak bisa sembarangan dilakukan. Butuh teknik khusus yang berbeda dengan merias orang yang masih hidup. Merias jenazah yang sudah meninggal juga membutuhkan usaha lebih supaya riasan melekat dengan sempurna di kulit wajah. Hal ini dikatakan karena kulit wajah seseorang yang sudah meninggal tak mampu menyerap riasan.
Beda penyebab kematian, juga berbeda teknik riasan yang perlu dilakukan. Warna dan jenis kulit jenazah juga berbeda dari masing-masing tergantung jenis dan penyebab kematian. Misalnya, keadaan meninggal belum siap, dimaksudkan Bu Dewi, adalah meninggal dalam keadaan ekstrem. Keadaan pada jenazah korban kecelakaan, korban pembunuhan dan bunuh diri.
Dalam keadaan jenazah meninggal ekstrem tersebut, Dewi mengatakan, perlu teknik khusus dalam pengaplikasian riasan. Terutama jika ada luka di bagian wajah.
Dewi mengatakan pernah merias wajah jenazah yang mengalami gosong karena sakit dan luka kecelakan. Di sanalah kemampuannya ditantang untuk bisa mempercantik mendiang.
āMisal kalau jenazah meninggal sakit diabetes, mungkin kulitnya kalau terkena formalin bereaksi agak gosong itu masih normal. Kalau ekstrem itu pasti tutup dulu lukanya untuk menyamarkan, jangan sampai terlihat meninggal dalam keadaan tidak siap,ā ucapnya.
Bagi seorangĀ periasĀ jenazah, kesiapan waktu juga sangat diperlukan. Bisa sewaktu-waktu keluarga orang yang meninggal membutuhkan jasanya. Sebab, makeup jenazah juga harus segera dilakukan maksimal dua jam untuk hasil riasan lebih baik.
Dewi juga menyampaikan bahwa dalam hal pekerjaannya, yang perlu di perhatikan adalah kebersihan,Ā periasĀ jenazahĀ juga memperhatikan alat-alat rias yang dipakai. Penggunaan alat-alat makeup pun berbeda untuk beberapa kasus kematian. Dewi mengungkapkan, sebagaiĀ periasĀ jenazahĀ ia membutuhkan informasi mengenai riwayat penyakit dan penyebab meninggalnya jenazah.
"Kalau misal korban punya penyakit menular, kami pakai makeup satu kali pakai tapi kalau untuk jenazah yang meninggal normal makeup bisa dipakai. Sebelum itu bertanya dulu ke keluarga atau perawat dan untuk riwayat penyakit menular juga ada kode sendiri,ā katanya.
Baik jenazah laki-laki dan perempuan dinilai sama saja. Tampilan riasan untuk perempuan lebih beragam. Misal natural look atau soft glamour. "Lebih natural merias laki-laki. Merapikan alis, kumis, rambut yang sudah gondrong. Kalau perempuan riasannya lebih menor atau sesuai permintaan dari keluarga," ceritanya.
Dewi juga mengungkapkan bahwa tidak pernah menggunakan Makeup kadaluarsa. Perempuan yang memiliki kemampuan lebih juga sering mengalami hal-hal yang mistis. Kadang ia yang sering di mimpikan oleh kliennya yang sudah meninggal, tak cuma di mimpikan tapi Bu Dewi mengaku kerap diberikan pesan agar bisa di sampaikan ke keluarganya.

Menurutnya setiap roh memiliki atmosfer berbeda. Kebersamaan Ibu Dewi dengan orang yang tak bernyawa layaknya berkumpul dengan manusia biasa. Dia tak merasa takut berdekatan dengan mereka. "Yang penting kita melayani harus tulus, iklas dan tidak boleh marah," pesannya.
Berbeda generasi, namun sejiwa, Julia perempuan mudaĀ justru menemukan makna hidupnya dalam profesi yang sering dipandang tabu ini. Di usia yang masih belia, ia memilih bekerja di Tiara Funeral berawal karena keterpaksaan tetapi akhirnya menyenangkan.
Ketika di tanya awak media AnalisaPost terkait profesinya, Julia hanya berkata, "saya memilih menjadi perias jenazah awalnya karena saya belum mendapatkan pekerjaan. Tapi sebelumnya saya pernah jadi MC, kemudian atasan saya melihat saya memiliki potensi untuk merawat dan merias jenazah, akhirnya saya ditawari untuk mengikuti jejak bu Dewi senior saya," tuturnya.
Tak banyak yang bisa ia ceritakan karena tidak pernah mengalami hal-hal yang berbau mistis atau horor bahkan ia sering berharap bisa melihat roh atau bermimpi dapat pesan dari klien yang telah meninggal.
"Saya bekerja disini hampir 4 tahun dan saya tidak pernah takut dengan profesi saya bahkan saya penasaran ingin melihat roh atau ingin di mimpikan klien yang sudah meninggal seperti Bu Dewi, tapi saya tidak pernah mengalami hal itu mungkin karena saya tidak peka," tawanya.
"Ketika teman-teman tau profesi saya awalnya orang-orang heran, kenapa mau bekerja di tempat jenazah. Tapi bagi saya, ini pekerjaan yang sangat manusiawi membantu mereka di momen paling rapuh,ā katanya tersenyum tenang.
Dalam keseharian, keduanya menjalankan tugas dengan disiplin dan empati. Mulai dari memandikan, membersihkan, hingga merias jenazah agar tampak damai seolah sedang tertidur dengan tenang.
Dalam kondisi ini, ia mengaku kesiapan dan ketenangan hati adalah kunci yang sangat diperlukan sebelum dan sesudah merias jenazah.
"Saya harus terus dekat dengan Tuhan, tetap berdoa sebelum makeup, yang pasti dekat dengan Tuhan meminta ketenangan hati dan khidmat. Untuk menjadi perias jenazah kuncinya cuma satu yaitu siap mental dan tidak jijik,ā paparnya.
Meski bekerja di balik layar, Bu Dewi dan Julia memegang peran penting dalam memberi kenyamanan bagi keluarga yang berduka. Mereka menjaga ketenangan, menahan emosi, dan memastikan setiap prosesi berjalan sesuai adat serta keyakinan masing-masing keluarga.
āProfesi ini mengajarkan saya menghargai hidup. Setiap kali menyiapkan jenazah, saya diingatkan betapa berharganya waktu yang kita punya bersama orang-orang yang kita sayangi.ā imbuhnya.
Sementara Bu Dewi, yang telah mendampingi ribuan keluarga melepas kepergian orang tercinta, hanya berharap satu hal agar pekerjaannya dipandang dengan hormat, bukan rasa takut. āKami bukan bekerja dengan kematian, tapi dengan kasih. Karena kematian pun pantas diperlakukan dengan cinta,ā tutupnya. (Dna)
Dapatkan berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari dan ikuti berita terbaru analisapost.com klik link ini jangan lupa di follow.
Komentar