top of page

Ibu Suweni Mengais Rejeki di Tengah Gunungan Sampah TPA Suwung

DENPASAR - analisapost.com | Di balik hiruk pikuk pariwisata Bali yang tersohor hingga mancanegara, ada kisah getir dari sebuah sudut yang jarang tersorot kamera wisatawan.

Ibu Sweni pemulung adal Jember yang tinggal di TPA Suwung ( Foto: Div)
Ibu Sweni pemulung adal Jember yang tinggal di TPA Suwung ( Foto: Div)

Tepatnya di TPA Suwung, Denpasar, tempat ribuan ton sampah dari hotel, restoran, dan rumah tangga bermuara setiap harinya. Di sanalah, Ibu Suweni (52) menggantungkan hidupnya selama lebih dari dua dekade terakhir.


Dengan tangan yang cekatan, ia memilah plastik dan botol bekas di antara bau menyengat dan tumpukan sampah yang menggunung.


ā€œSudah lebih dari 20 tahun saya tinggal di sini. Sampah-sampah inilah yang memberi makan keluarga saya,ā€ tutur Suweni kepada awak media AnalisaPost dengan suara lirih namun tegas, Minggu (21/9/25)


Suweni bukan satu-satunya. Ratusan pemulung lain hidup berdampingan dengan aroma busuk dan debu beterbangan.


Setiap hari mereka menantang risiko kesehatan demi bisa membawa pulang uang untuk menyekolahkan anak, membeli beras, atau sekadar bertahan hidup.


Namun belakangan, kabar rencana penutupan TPA Suwung membuat dada mereka sesak. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan perintah penghentian sistem open dumping di Suwung, yang dinilai tidak ramah lingkungan.


Sementara itu, pemerintah daerah masih tarik ulur mengenai solusi jangka panjangnya.


Bagi Suweni, isu ini bukan sekadar perdebatan birokrasi, melainkan pertaruhan hidup.


ā€œKalau benar TPA ditutup, mungkin saya akan pulang ke Jember. Tapi di sana saya tidak punya pekerjaan. Di sini, meski dari sampah, kami masih bisa makan,ā€ ucapnya, sembari menunduk, menahan harap.


Di sela aktivitas memilah sampah, beberapa anak kecil terlihat berlarian, tumbuh besar dengan latar belakang tumpukan plastik dan besi tua. Bagi mereka, bau busuk sudah menjadi hal biasa.


Kehidupan keras di Suwung juga mengajarkan mereka arti bertahan hidup sejak dini.

Gunungan sampah di TPA Suwung, Denpasar, menjadi potret nyata krisis sampah Bali yang kian mengkhawatirkan (Foto: Div)
Gunungan sampah di TPA Suwung, Denpasar, menjadi potret nyata krisis sampah Bali yang kian mengkhawatirkan (Foto: Div)

Meski kondisi tak layak, bagi pemulung, TPA Suwung adalah ladang penghidupan. Satu kantong plastik, satu kilo botol, atau potongan besi bisa berarti uang belanja hari itu.


ā€œKami bukan minta banyak, hanya berharap ada solusi. Jangan sampai kami kehilangan satu-satunya tempat mencari rezeki,ā€ kata Suweni menutup percakapan.


Di balik gemerlap Bali sebagai destinasi dunia, kisah Suweni dan ratusan pemulung lainnya menjadi potret nyata bahwa pembangunan dan lingkungan tak boleh dipandang dari satu sisi saja. Sebab bagi mereka, hidup bukan soal kebersihan kota semata, melainkan soal bertahan di tengah keterbatasan. (Che/Dna)


Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com

Komentar


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya