Donasi Banjir Bali Jadi Polemik, Ombudsman Persilakan ASN Lapor Jika Ada Intervensi
- analisapost

- 24 Sep
- 3 menit membaca
Diperbarui: 3 Okt
DENPASAR - analisapost.com | Instruksi penggalangan donasi yang digagas Pemerintah Provinsi Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Wayan Koster untuk membantu korban banjir menimbulkan polemik di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Di satu sisi, Koster menegaskan donasi tersebut adalah wujud gotong royongĀ masyarakat Bali yang sifatnya sukarela. Namun di sisi lain, beredar informasi bahwa sumbangan yang diminta telah dipatok berdasarkan golongan dan jabatan, sehingga memunculkan kesan adanya unsur pemaksaan.
Informasi yang beredar di kalangan ASN menyebutkan, besaran donasi telah ditentukan. Untuk staf golongan I, nominal yang ditetapkan mencapai Rp100 ribu, sementara kepala sekolah diminta menyumbang hingga Rp1,25 juta.
Yang menjadi sorotan, instruksi ini tidak dituangkan secara resmi dalam bentuk surat keputusan (SK), surat edaran, maupun imbauan tertulis lainnya. Instruksi hanya disampaikan secara lisan melalui jalur internal, sehingga memicu beragam interpretasi di kalangan pegawai.
Padahal, menurut kaidah donasi, pemberian bantuan semestinya lahir dari keikhlasan, bukan paksaan. Jika diwajibkan dengan jumlah tertentu, makna sukarela dalam berdonasi justru hilang.
Gubernur Koster sendiri menegaskan, donasi adalah bentuk kepedulian bersama."Donasi itu merupakan bentuk gotong royong dan sifatnya sukarela,ā ujarnya. Ia mencontohkan, berbagai instansi lain juga memberikan bantuan dengan nominal berbeda, tanpa paksaan.
Kabar mengenai penetapan nominal ini memicu kekhawatiran di kalangan ASN maupun PPPK. Beberapa pegawai menilai, jika sumbangan tidak diberikan sesuai ketentuan yang beredar, mereka bisa saja dianggap tidak loyal atau bahkan berpotensi mendapat sanksi.

Situasi inilah yang mendorong Ombudsman RI Perwakilan Bali turun tangan memberikan penegasan.
Asisten Muda Ombudsman RI Perwakilan Bali, P. Dika Arlita Kurnia Dewi, menegaskan bahwa prinsip donasi adalah sukarela. Jika ada ASN atau PPPK merasa keberatan atau mengalami tekanan untuk menyumbang, mereka dipersilakan melapor.
āKalau misalnya ada para ASN ataupun PPPK yang mendapatkan keberatan, misalnya nama-namanya dikumpulkan lalu ada sanksi, silakan untuk melaporkan,ā kata Dika Arlita saat ditemui awak media AnalisaPost, Rabu (24/9/2025).
Ia menegaskan, tidak boleh ada paksaan dalam pemberian donasi. Donasi harus seikhlasnya, tanpa patokan nominal. Selain itu, transparansi dalam penggunaan dana menjadi aspek penting agar tidak menimbulkan polemik lanjutan.
"Kalau itu memang sumbangan, tidak ada kata nominal berapa karena itu seikhlasnya saja dan tidak dipatok. Selain itu, transparansi juga harus dilibatkan dalam pemberian dana," tambahnya.
Kontroversi semakin meluas ketika muncul isu mengenai transparansi penggunaan dana bantuan bencana. Beberapa pihak mempertanyakan kejelasan penyaluran bantuan pascabanjir, Menanggapi hal tersebut, Ombudsman menegaskan akan tetap melakukan pengawasan sesuai kewenangan.
"Kalau isu nasional, apakah anggarannya benar-benar telah digunakan, kita tidak tahu karena dari pusat ada tim yang akan mengkaji. Kalau isu krusial ada di lokal Bali, keputusannya bisa langsung di kantor perwakilan,ā jelas Dika Arlita.
Menurut Ombudsman, membangun empati kepada korban bencana harus dilakukan dengan pendekatan kemanusiaan. Jangan sampai ASN dengan penghasilan rendah justru terbebani kewajiban menyumbang dalam jumlah besar.
"Jangan sampai ASN dengan penghasilan rendah justru terbebani sumbangan tinggi. Empati harus dibangun dengan rasa kemanusiaan, bukan paksaan," tegasnya.

Dika Arlita juga menilai, adanya pedoman yang beredar mengenai besaran sumbangan berdasarkan golongan atau eselon terkesan janggal. Sebab, jika benar ada pedoman resmi, seharusnya melalui mekanisme keputusan yang jelas, misalnya rapat atau surat edaran.
Ombudsman menegaskan akan terus memantau jalannya penggalangan donasi ini. Jika ada laporan resmi dari ASN atau PPPK yang merasa keberatan, lembaga tersebut siap menindaklanjuti dengan memberikan rekomendasi maupun saran perbaikan kepada pemerintah daerah.
Hingga kini, kontroversi donasi korban banjir di Bali masih berlangsung. Di tengah upaya pemulihan pascabanjir, pemerintah daerah diharapkan menjaga transparansi dan memastikan bantuan berjalan sesuai prinsip gotong royong tanpa ada unsur pemaksaan. (Che/Dna)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnyaĀ setiap hari di analisapost.com




Komentar