Festival Bakcangan Surabaya, Gaungkan Nilai Budaya di Tengah Kota
- analisapost
- 7 Jun
- 4 menit membaca
Diperbarui: 8 Jun
SURABAYA - analisapost.com | Semangat pelestarian budaya kembali menggema di Kota Pahlawan melalui perhelatan Festival Bakcangan Surabaya yang berlangsung meriah di Sungkono Lagoon Avenue Mall, Sabtu (7/6/25).

Dengan mengusung tema "Bakcang & Falsafah di Dalamnya", acara yang digelar pukul 14.00 hingga 18.00 WIB ini menyedot perhatian puluhan pengunjung. Mereka datang untuk mengenal lebih dekat tradisi masyarakat Tionghoa, khususnya dalam memperingati Hari Duan Wu Jie atau Festival Perahu Naga.
Acara ini merupakan hasil kolaborasi antara berbagai elemen, mulai dari komunitas Seni Budaya Nusantara, hingga lembaga pendidikan.
Ketua panitia pelaksana, Stephen Tony ST,MM menjelaskan bahwa selain menampilkan kuliner khas bakcang, acara ini juga mengangkat nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya.
“Kegiatan ini pertama kali digelar di Surabaya dengan tujuan mengangkat nilai-nilai budaya Tionghoa. Berkolaborasi bersama Yayasan Northern Light Academy (NOLA) School, Petra Christian University (PCU), komunitas Seni Budaya Nusantara dan organisasi Miss Tionghoa Jatim," katanya.
“Bentuk bakcang yang limas dengan empat sudut menyimbolkan empat nilai luhur: Zhi zu (legowo), Gan en (bersyukur), Shan jie (berpikiran positif), dan Bao rong (penerimaan dengan kasih). Kami ingin masyarakat memahami bahwa bakcang bukan sekadar kudapan, tetapi simbol pengorbanan, dan kecintaan terhadap budaya,” ujar Stephen Tony kepada awak media AnalisaPost. Ia juga merupakan pengurus Komunitas Pencinta Seni dan Budaya Tionghoa Surabaya.
Melihat tingginya antusiasme masyarakat, pihak penyelenggara optimistis menjadikan event Bakcangan Surabaya sebagai agenda tahunan.

Stephen Tony berharap kegiatan serupa dapat mempererat persatuan dalam keberagaman, terutama di Surabaya yang dikenal sebagai kota multikultural.
“Kami percaya, mengenal budaya sendiri maupun budaya lain dapat membangun jembatan toleransi. Melalui bakcang, kami ingin mengangkat semangat persatuan dan menghargai perbedaan,” tambahnya.
Acara dibuka dengan bincang santai menghadirkan Rasmono Sudarjo (Ketua Seni Budaya Nusantara) dan Budi Kurniawan, S.Kom., B.A., M.Hum., dosen Fakultas Sastra Mandarin dari Petra Christian University (PCU).
Mereka membahas sejarah bakcang dalam talkshow yang erat kaitannya dengan kisah patriotik Qu Yuan dari Dinasti Chu dan perayaan Peh Cun (Duan Wu Jie Festival).
Kegiatan ini tidak hanya menampilkan berbagai kegiatan interaktif, seperti demo membuat bakcang, penampilan lagu mandarin, tetapi juga para pengunjung juga diajak mengikuti lomba foto bersama Unimaxx Photography Community, dan mengenal legenda Qu Yuan tokoh sastra Tiongkok kuno yang menjadi asal-usul perayaan bakcang.
Budi Kurniawan, S.Kom., B.A., M.Hum., dosen Fakultas Sastra Mandarin dari Petra Christian University dalam talkshow, menekankan pentingnya mengedukasi generasi muda tentang akar budaya yang terwujud dalam kuliner tradisional. Menurutnya bakcang memiliki makna mendalam dalam tradisi masyarakat Tionghoa.
“Bakcang bukan sekadar makanan, tetapi bagian dari peringatan Festival Duan Wu Jie atau yang lebih dikenal sebagai Festival Perahu Naga. Festival ini merupakan bentuk penghormatan terhadap Qu Yuan, seorang penyair dan tokoh patriotik Tiongkok kuno,” ungkap pria ini yang juga sebagai pengurus di Lembaga Koordinasi Pendidikan Bahasa Tionghoa Jawa Timur.
“Bakcang bukan sekadar makanan khas. Di baliknya, tersimpan sejarah yang mengandung nilai nasionalisme, cinta tanah air, dan semangat menjaga identitas. Ini penting diajarkan, terutama di tengah arus globalisasi budaya saat ini,”

Lekatnya legenda pengorbanan Qu Yuan, membuat bakcang mempunyai makna spesial khusus di Tiongkok. Tradisi menyantap bakcang biasanya dilakukan setiap tanggal 5 bulan 5 dalam penanggalan lunar Tionghoa.
"Tahun ini, perayaan tersebut jatuh pada Sabtu, 31 Mei 2025," terangnya kepada awak media AnalisaPost.
Masyarakat percaya bahwa melemparkan bakcang ke sungai pada hari itu adalah bentuk simbolis untuk memberi makan roh Qu Yuan, agar tidak disakiti oleh makhluk air.
"Bentuk bakcang yang khas dan cara pembuatannya yang rumit menunjukkan dedikasi serta kekayaan budaya yang diwariskan secara turun-temurun,” tambah Budi.
Budi juga menjelaskan bahwa, bakcang berasal dari kata ‘bak’ yang artinya daging, dan ‘chang’ yang artinya berisi. Sedangkan dalam Bahasa Mandarin, makanan ini sering disebut sebagai zongzi. Karena berdasarkan tradisi kuliner Tionghoa, isian dari bakcang yang paling dominan adalah dari daging babi cincang.
Kini, bakcang tidak hanya populer di kalangan etnis Tionghoa saja, tapi juga dinikmati oleh masyarakat luas di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Surabaya, Medan, dan Jakarta. Ragam isi dan rasa bakcang pun semakin beragam.
Seiring dengan berkembang zaman, isian bakcang menyesuaikan selera lokal. Ada yang berisi daging sapi, ayam, jamur, kuning telur, atau tetelan lemak daging.
Meski demikian, Budi menekankan pentingnya memahami nilai-nilai budaya yang terkandung dalam setiap makanan tradisional. “Dengan memahami maknanya, kita tidak hanya menikmati rasa, tapi juga menghargai sejarah dan warisan budaya yang ada,” pungkasnya.
Dalam event ini, Yayasan NOLA School bersama Miss Tionghoa Jatim turut ambil bagian dengan menampilkan siswi-siswi yang membawakan lagu-lagu berbahasa Mandarin.

Salah satu perwakilan Miss Tionghoa Jatim, Megan Suwandi, mengaku antusias mengikuti rangkaian kegiatan, meskipun sempat mengalami kesulitan saat mencoba membuat bakcang.
"Hari ini aku ikut bikin bakcang karena penasaran dan ingin tahu caranya. Tapi agak sulit saat melipat daun, karena harus rapat dan rapi,” ujar gadis cilik bersuara merdu itu sambil tersenyum.
Penampilan mereka disambut meriah oleh para penonton, membuktikan bahwa nilai-nilai budaya dapat diwariskan melalui pendekatan yang kreatif dan menyenangkan.
Sebagai penutup, panitia membagikan bakcang dan mengajak seluruh pengunjung untuk makan bersama. Momen ini menjadi simbol kebersamaan, serta bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai luhur budaya Tionghoa. (Dna)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com
Comments