top of page

Kisah Mbah Jalal 15 Tahun Hidup di Rumah Pohon Demi Menjaga Makam Leluhur

SIDOARJO - analisapost.com | Sosoknya mudah dikenali. Rambut panjang diikat, langkah santai, dan tubuh tanpa balutan pakaian menjadi ciri pria nyentrik 56 tahun. Dialah Jalal atau akrab disapa Mbah Jalal yang memilih tinggal di sebuah rumah pohon beringin di Dusun Nganting, Kecamatan Tulangan, Sidoarjo.

Mbah Jalal yang tinggal di rumah pohon beringin, sosoknya dikenal sebagai penjaga makam leluhur sekaligus perawat lingkungan sekitar
Mbah Jalal yang tinggal di rumah pohon beringin, sosoknya dikenal sebagai penjaga makam leluhur sekaligus perawat lingkungan sekitar (Foto: Div)

Keputusan ini bukan sekadar gaya hidup unik. Bagi Mbah Jalal, tempat tinggal yang ia bangun dari akar dan batang beringin itu adalah wujud dedikasi pada leluhur, budaya, dan alam.


Ketika tim AnalisaPost berkunjung, dari kejauhan tidak tampak hal yang berbeda. Pohon beringin besar berdiri seperti biasa, hanya dihiasi sehelai bendera Merah Putih simbol sederhana cinta tanah air yang ia pasang sendiri.


Namun saat berjalan ke sisi samping, barulah hunian itu terlihat jelas. Sebuah ruang kecil beralas tikar, perlengkapan sederhana, dan suasana dingin alami khas rimbunnya daun beringin menyambut siapa pun yang menghampiri.


"Saya tinggal di sini sudah lebih dari 15 tahun. Karena dulu tidak ada yang merawat makamnya mbah, makanya saya tinggal disini agar tidak terbengkalai. Saya hanya ingin menjaga makam leluhur dan merawat budaya. Kalau bukan kita, siapa lagi," tuturnya pelan.


Di sekitar tempat tinggalnya memang terdapat makam kuno yang dihormati warga sekitar. Bagi Jalal, merawat tempat itu adalah bagian dari panggilan batin.


Rumah pohon yang ditempati Jalal bukan bangunan buatan pabrik atau konstruksi modern. Hunian itu terbentuk dari lima pohon beringinĀ yang ia tanam bersama teman-temannya pada tahun 1990-an. Tujuannya sederhana menggantikan pohon kepuh yang tumbang agar pekarangan tetap rindang.


"Awalnya cuma nanem pohon aja, biar teduh. Akar-akarnya saya rangkai, saya susun, lama-lama jadi rumah. Kalau hujan ya enggak bocor kan sudah saya kasih banner sama plastik," ceritanya kepada awak media AnalisaPost, Kamis (13/11/25).

Ruang sederhana ini dibangun dari rangka akar dan batang pohon, dilapisi bahan transparan untuk menjaga cahaya tetap masuk dan menciptakan suasana sejuk alami
Ruang sederhana ini dibangun dari rangka akar dan batang pohon, dilapisi bahan transparan untuk menjaga cahaya tetap masuk dan menciptakan suasana sejuk alami (Foto: Div)

Akar beringin yang menjalar ia arahkan dan bentuk hingga menyerupai dinding alami. Bagian dalam ia lapisi banner transparan, bukan untuk menutup, tetapi agar akar tetap terlihat dan tetap memberi kesan alami.


Kini, pohon-pohon itu tumbuh rapat, menjadikan rumah Jalal teduh dan sejuk tanpa bantuan pendingin apa pun.


"Kalau pagi itu oksigennya segar. Cahaya matahari nyusup dari sela-sela daun, rasanya adem banget. Ini lebih dari rumah, ini tempat menenangkan diri," katanya sambil tersenyum.


Meski hidupnya bersahaja, Jalal bukan sosok yang terputus dari dunia luar. Untuk makan, ia membeli di warung terdekat. Ia bekerja sebagai peternak ayam dan kambing milik warga MagersariĀ serta menjadi marbot musalaĀ di dekat makam peran yang membuatnya semakin menyatu dengan masyarakat.


Di balik kehidupannya, Mbah Jalal memiliki sahabat yang tetap datang berkunjung serta mendukung keputusannya.


"Jalal itu dulu di sekolah orangnya pendiam. Kalau soal tempat tinggal, saya yakin tidak semua orang sanggup melakukan seperti Mbah Jalal," kenang seorang teman sekolahnya.


Meski hidup terpisah dengan keluarganya, Jalal tetap menjalin hubungan hangat dengan istri dan dua anaknya. Keluarganya menerima pilihannya untuk tinggal di rumah pohon demi menjaga tradisi desa.


"Kalau ingin ketemu, istri dan anak-anak sering main ke sini. Mereka bawakan makanan. Sudah terbiasa dengan saya yang lebih banyak di sini," terangnya.

Dua orang sahabat Mbah Jalal yang kerap mengunjungi
Dua orang sahabat Mbah Jalal yang kerap mengunjungi (Foto: Div)

Pilihan tinggal di rumah pohon mungkin tampak tidak biasa. Namun bagi Jalal, tempat itu lebih dari sekadar hunian. Ia adalah penjaga tradisi, perawat makam, sekaligus pengingat bahwa manusia bisa hidup berdampingan dengan alam tanpa harus merusaknya.


"Tujuan saya sederhana saja. Biar teduh, rindang, dan akar-akarnya tertata rapi. Tidak neko-neko, yang penting bermanfaat," katanya lirih.


Rumah pohon itu berdiri bukan sebagai simbol keanehan, tetapi sebagai wujud keteguhan hati seorang pria desa yang memilih kembali ke akar secara harfiah dan maknawi. Dalam sunyi beringin tua, Jalal menemukan rumah, ketenangan, dan jalan hidupnya. (Che/Dna)


Dapatkan berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari dan ikuti berita terbaru analisapost.com klik link ini jangan lupa di follow.

Komentar


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya