Saat Sampah Menjadi Kanvas, Inovasi Teba Modern Satukan Seni dan Alam
- analisapost

- 25 Sep
- 3 menit membaca
DENPASAR - analisapost.com | Di tengah peliknya persoalan sampah yang terus menumpuk di Bali, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar melahirkan sebuah inovasi unik yang berakar dari tradisi leluhur yakni Teba Modern. Sebuah sistem pengelolaan sampah organik berbasis rumah tangga yang tidak hanya fungsional, namun dikemas dalam bentuk modern dan artistik.

Dalam tradisi Bali, tebaĀ merujuk pada halaman belakang rumah. Dahulu, tebaĀ menjadi lokasi pembuangan sampah organik, berupa lubang tanah besar yang menampung sisa dapur, daun kering, hingga kotoran ternak. Uniknya, sisa-sisa tersebut justru membuat tanah menjadi subur, sehingga Bali pada masa lalu dikenal dengan lahan pertanian yang kaya dan produktif.
Kini, ISI Denpasar menghidupkan kembali konsep itu dalam format baru. Teba ModernĀ tidak lagi sekadar lubang tanah, melainkan telah dimodifikasi menjadi instalasi ramah lingkungan yang menyatu dengan seni. Lubang diperkuat dengan beton, diberi penutup, dan difungsikan sebagai komposter sampah organik.
Bagian permukaannya didesain layaknya meja atau bangku tempat mahasiswa berkumpul, sementara dinding luarnya dihiasi mural flora dan fauna berwarna cerah. Dari kejauhan, ia tampak seperti karya seni kontemporer, bukan sekadar tempat sampah.
Kepala Biro Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerja Sama ISI Denpasar, Dr. I Komang Arba Wirawan, S.Sn., M.Si, menjelaskan bahwa Teba ModernĀ hadir untuk menjawab tantangan pengelolaan sampah yang semakin mendesak di Bali.
"Yang digunakan hanya sampah organik. Sampah plastik tidak boleh masuk. Kalau anorganik dibawa ke bank sampah karena masih dapat dimanfaatkan kembali serta bernilai ekonomi," jelasnya ketika ditemui AnalisaPostĀ di kampus ISI Denpasar, Rabu (24/9/25).
Menurutnya, lubang komposter yang digunakan pada Teba Modern dibuat sedalam 2 hingga 2.5 meter, sampah organik tidak lagi berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), melainkan diolah menjadi kompos yang bermanfaat untuk pertanian dan tanaman hias.

Setelah sampah dimasukan, proses penguraian berlangsung sekitar satu bulan hingga akhirnya menghasilkan kompos yang siap dipanen dan digunakan untuk tanaman.
Yang membedakan Teba ModernĀ dari metode komposter biasa adalah sentuhan seni yang melekat. Mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain ISI Denpasar diberi ruang untuk mengekspresikan kreativitas melalui mural di permukaan teba.
Dari pantauan awak media AnalisaPost, tampak beberapa tebaĀ berhiaskan mural berwarna cerah, dengan lukisan burung, daun, dan bunga tropis. Motif flora dan fauna menjadi dominan, sejalan dengan pesan ekologis yang ingin disampaikan. Hasilnya, Teba ModernĀ tidak hanya menjadi alat praktis, tetapi juga karya seni publik yang mempercantik lingkungan kampus.
"Selain fungsinya sebagai pengolah sampah, Teba Modern juga menjadi ruang ekspresi mahasiswa seni. Kami ingin area pengolahan sampah tidak terlihat kumuh, tapi indah dan mengedukasi. Ini juga sejalan dengan himbauan Gubernur Bali agar setiap area pengolahan sampah dikelola dengan bersih dan estetik," tambah Dr. Komang Arba.
Program ini juga menjadi sarana edukasi langsung bagi mahasiswa. Mereka bukan hanya pengguna, tetapi juga pengelola sekaligus penggerak kesadaran lingkungan sehingga tebaĀ tidak lagi dipandang kumuh.
I Made Surya, mahasiswa semester 5 Fakultas Seni Rupa ISI Denpasar, mengaku bangga ikut terlibat dalam pengecatan mural di Teba Modern.
"Awalnya saya kira ini cuma tempat sampah biasa. Tapi setelah tahu konsepnya, ternyata ada filosofi dari tradisi Bali yang dihidupkan kembali. Rasanya bangga bisa melukis di sini, sekaligus belajar menjaga lingkungan," katanya.
Bagi mahasiswa lain, Teba ModernĀ juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Mereka terbiasa memilah sampah organik di kantin, studio, atau asrama, lalu membawanya ke teba.

"Sekarang kalau makan di kantin, kami sudah otomatis pisahkan sisa makanan untuk dibawa ke teba. Tidak susah kok, malah terasa lebih bertanggung jawab. Apalagi nanti hasilnya bisa jadi pupuk buat tanaman di kampus," ujar Luh Putu Ayu, mahasiswa Seni Tari.
Dengan pendekatan tradisi yang dipadukan inovasi, ISI Denpasar berharap Teba ModernĀ bisa menjadi model pengelolaan sampah berkelanjutan di Bali. Dr. I Komang Arba optimistis konsep ini dapat direplikasi di rumah tangga maupun institusi lain.
"Harapannya dengan hadirnya Teba Modern, masyarakat bisa melihat bahwa pengelolaan sampah itu tidak selalu kotor atau rumit. Justru bisa menyenangkan, bermanfaat, dan indah jika dikelola dengan benar," tuturnya.
Sejalan dengan gerakan pengelolaan sampah berbasis sumber yang tengah digencarkan di Bali, Teba ModernĀ diyakini bisa mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA, sekaligus mendidik generasi muda agar lebih peduli pada kelestarian lingkungan. (Che/Dna)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com





Komentar