Menolak Lupa, Aksi Teatrikal Seniman Untuk Aktivis yang Hilang
- analisapost
- 29 Mei
- 4 menit membaca
SURABAYA - analisapost.com | Dua puluh tujuh tahun silam, tepatnya pada Februari hingga April 1998, puluhan aktivis mahasiswa hilang satu per satu. Sebagian dari mereka akhirnya kembali, namun sebagian lainnya masih belum ditemukan hingga hari ini mereka dinyatakan hilang secara paksa.

Peristiwa ini dikenal sebagai kasus penghilangan dan penculikan paksa yang terjadi menjelang Pemilihan Presiden Republik Indonesia periode 1997 dan jatuhya Soeharto periode 1998.
Untuk mengenang para korban pada masa reformasi 1998, puluhan seniman dan aktivis menggelar aksi teatrikal dan mimbar bebas di alun-alun Surabaya pada Kamis (29/5/25).
Salah satu penggagas acara, Dasemba Sagita Titaheluw, menjelaskan bahwa aksi ini adalah bentuk perlawanan terhadap sikap lupa kolektif atas sejarah kelam bangsa.
āIni adalah pertunjukan teater disertai pembacaan puisi tentang penguasa yang korup dan rakyat yang terus menuntut keadilan. Pertunjukan juga menampilkan lukisan, angka-angka, hingga bendera. Khusus angka, itu merujuk pada tema acara, yakni mengenang mereka yang hilang,ā ujar Dasemba kepada awak media AnalisaPost.
Salah satu simbol yang ditampilkan dalam aksi ini adalah bendera hitam, yang disebut Dasemba sebagai lambang kegelapan Indonesia. Ia menekankan pentingnya masyarakat untuk tidak melupakan tragedi ini, yang menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa.

āBendera hitam melambangkan Indonesia dalam kegelapan. Kita tidak boleh lupa bahwa pernah terjadi peristiwa kelam di negeri ini, terutama pada 1998. Saat itu banyak korban berjatuhan dalam gerakan besar meruntuhkan Orde Baru. Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugrah mahasiswa Unair adalah bagian dari sejarah tersebut,ā ujar Dasemba.
Aksi ini diakhiri dengan orasi budaya dari sejumlah seniman dan aktivis muda, seperti Agung Samsom. Dalam orasinya, mereka menuntut agar kasus penghilangan paksa aktivis 1998 diusut hingga tuntas dan negara hadir untuk memberikan keadilan bagi para korban dan keluarga mereka.
Selain pertunjukan teater dan orasi, pengunjung juga diajak menyimak karya-karya seni rupa dan dokumentasi berkaitan dengan para aktivis yang hilang.
Aksi ini menjadi bentuk nyata dari upaya menjaga ingatan kolektif bangsa, agar tragedi serupa tidak terulang di masa depan.
Korban Penculikan yang Berhasil Kembali (9 orang):
Aan RusdiyantoĀ ā hilang 13 Maret 1998, diculik dari rumah susun Klender, Jakarta Timur.
Andi AriefĀ ā hilang 28 Maret 1998, diculik di Lampung.
Desmond Junaedi MahesaĀ ā hilang 3 Februari 1998, terakhir terlihat di Salemba, Jakarta Pusat.
Faisol RezaĀ ā hilang 12 Maret 1998, ditangkap di RSCM, Jakarta Pusat.
Haryanto TaslamĀ ā hilang 8 Maret 1998, dikejar dan ditangkap di pintu Taman Mini Indonesia Indah.
MugiyantoĀ ā hilang 13 Maret 1998, diculik dari rumah susun Klender.
Nezar PatriaĀ ā hilang 13 Maret 1998, juga diculik di rumah susun Klender.
Pius LustrilanangĀ ā hilang 4 Februari 1998, terakhir terlihat di RSCM, Jakarta Pusat.
Raharja Waluya JatiĀ ā hilang 12 Maret 1998, dikejar dan ditangkap di RSCM, Jakarta Pusat.

Korban yang Masih Hilang (13 orang):
Dedy Umar HamdunĀ ā hilang 29 Mei 1997, terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan.
Herman HendrawanĀ ā hilang 12 Maret 1998, terakhir terlihat di gedung YLBHI.
Hendra HambaliĀ ā hilang 14 Mei 1998, terakhir terlihat di Glodok Plaza.
IsmailĀ ā hilang 29 Mei 1997, terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan.
M. YusufĀ ā hilang 7 Mei 1997, terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan.
Nova Al KatiriĀ ā hilang 7 Mei 1997, terakhir terlihat di Jakarta.
Petrus Bima AnugrahĀ ā hilang 1 April 1998, terakhir terlihat di Grogol, Jakarta Barat.
SonyĀ ā hilang 26 April 1997, terakhir terlihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
SuyatĀ ā hilang 13 Februari 1998, terakhir terlihat di Solo, Jawa Tengah.
Ucok Munandar SiahaanĀ ā hilang 14 Mei 1998, terakhir terlihat di Ciputat, Tangerang Selatan.
Yani AfriĀ ā hilang 26 April 1997, terakhir terlihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Yadin MuhidinĀ ā hilang 14 Mei 1998, terakhir terlihat di Sunter Agung, Jakarta Utara.
Wiji ThukulĀ ā hilang akhir 1998, terakhir terlihat di Utan Kayu, Matraman, Jakarta Timur.
Pesan untuk Generasi Muda: Jangan Pernah Lupakan Sejarah
Untuk kalian, generasi muda Indonesia, anak-anak zaman sekarang yang tumbuh di era digital dan demokrasi, berita ini adalah pengingat bahwa kebebasan dan keadilan yang kita nikmati hari ini tidak datang dengan sendirinya.
Ada darah, air mata, dan nyawa yang dikorbankan oleh mereka yang berani bersuara melawan ketidakadilan.

Pada tahun 1998, puluhan aktivis mahasiswa pro demokrasi diculik dan sebagian dari mereka tidak pernah kembali. Mereka bukan penjahat. Mereka hanya menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan masa depan yang lebih adil, masa depan kalian.
Jangan biarkan sejarah ini hilang atau disimpan dalam lemari yang berdebu. Belajar dari masa lalu bukan berarti hidup di masa lalu, tapi agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama.
Mereka yang hilang bukan sekadar nama dalam daftar. Mereka adalah bagian dari sejarah bangsa. Mereka adalah suara yang masih bergema dalam keheningan. Mereka adalah alasan mengapa kita bisa bicara bebas hari ini.
Jangan lupa. Jangan diam. Jadilah generasi yang peduli, kritis, dan berani. Karena demokrasi hanya bisa hidup jika rakyatnya tidak lupa dan tidak bungkam. (Che/Dna)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com
Comments