Workshop Hari Dongeng Nasional Hidupkan Kembali Tradisi Bercerita di Surabaya
- analisapost

- 3 hari yang lalu
- 3 menit membaca
SURABAYA - analisapost.com | Kota Pahlawan kembali merayakan kekuatan cerita. Pada Jumat, 28 November 2025, Emerald Room di Country Heritage Resort Hotel berubah menjadi ruang belajar yang hangat dan cair, jauh dari kesan seminar formal.

Acara yang diselenggarakan mulai siang hingga malam, para pendidik, mahasiswa, pegiat literasi, pendongeng, hingga Teman Tuli berkumpul dengan satu tujuan menghidupkan kembali tradisi dongeng sebagai medium pendidikan, empati, dan pemberdayaan anak.
Workshop Hari Dongeng Nasional ini menjadi program pembuka Festival Dongeng Surabaya (FDS) ke-10 bertajuk "Jelajah Semesta", hasil kolaborasi Komunitas Kumpul Dongeng dan Himpunan Pendidik Anak Usia Dini.
Memasuki dekade penyelenggaraan, festival ini semakin menegaskan misinya menjadikan dongeng sebagai bahasa universal untuk membangun karakter dan kecintaan anak pada literasi.
Suasana Belajar yang Hangat dan Inklusif
Sejak pukul 13.00, peserta mulai memenuhi ruangan. Antusiasme terpancar, namun suasana tetap akrab. Mereka datang dengan latar belakang berbeda, tetapi membawa energi serupa: keinginan kuat untuk belajar dan berbagi.
Lokakarya menghadirkan dua narasumber utama:
Kak Cahyo, dosen PGPAUD Universitas Trilogi, Jakarta, membawakan materi “Guru Bercerita, Anak Berdaya”. Ia menekankan bahwa teknik mendongeng sederhana mampu membangun iklim kelas yang aman dan menyenangkan.
Kak Aio, Founder Ayo Dongeng Indonesia, memandu sesi mengenai dongeng sebagai medium yang menggugah, menginspirasi, dan menggerakkan perubahan.
Tidak hanya teori yang disajikan. Peserta diajak mempraktikkan teknik vokal, gesture, penggunaan alat sederhana, hingga latihan membangun kedekatan dengan anak melalui kontak mata dan ekspresi.
"Ketika guru berani bercerita, anak belajar untuk berani menyuarakan pikirannya," ujar Kak Cahyo. Menurutnya, kekuatan dongeng bukan pada suara lantang atau alat mahal, melainkan pada kehangatan penyampaiannya.

Dalam sesi berikutnya, Kak Aio mengajak peserta merenungi relevansi dongeng di tengah gempuran konten digital. "Cerita membuat kita berhenti sejenak untuk merasakan," katanya. Ia menegaskan, dongeng mampu:
membangun empati melalui konflik dan tokoh cerita,
menyediakan ruang aman bagi anak mengekspresikan ketakutan atau mimpi,
membangkitkan imajinasi serta keberanian mengambil keputusan,
memperkuat literasi lewat narasi dan dialog interaktif.
Salah satu momen paling menggerakkan datang dari kelompok Disabilitas Rungu (Teman Tuli) yang turut serta sebagai peserta. Mereka belajar, berdiskusi, dan berlatih mendongeng dengan Bahasa Isyarat.
Jason, salah satu peserta Teman Tuli, menyampaikan motivasinya dengan penuh semangat:“Saya mau belajar dongeng supaya bisa tampil dengan Bahasa Isyarat dan membantu mengajar anak-anak Tuli.”
Kehadiran mereka menegaskan bahwa dongeng adalah medium inklusif tidak hanya hadir melalui suara, tetapi juga lewat gerak, ekspresi, dan hati.
Kegiatan yang berlangsung hingga pukul 20.00 ini tidak hanya menjadi pelatihan, tetapi juga gerbang menuju puncak Festival Dongeng Surabaya ke-10 yang akan digelar pada 29-30 November 2025 di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jawa Timur.
Penyelenggara berharap workshop ini dapat:
memperkuat gerakan mendongeng di Jawa Timur,
memperluas jejaring antara pendidik, komunitas, dan pemerintah,
membuka ruang kolaborasi bagi program literasi anak,
menginspirasi peserta membawa semangat mendongeng ke sekolah dan komunitas masing-masing.
Festival ini dirancang bukan sekadar perayaan tahunan, tetapi sebagai gerakan berkelanjutan untuk menjadikan dongeng bagian penting dari budaya belajar anak Indonesia.
Workshop Hari Dongeng Nasional membuktikan bahwa dongeng tidak pernah kehilangan relevansinya. Di tengah dunia yang serba cepat, cerita justru menjadi ruang hening yang membantu anak dan orang dewasa memahami dunia dengan cara yang lebih lembut.
Di Surabaya, dalam sebuah ruangan penuh tawa, latihan suara, dan gerak tubuh, para guru dan pegiat literasi menemukan kembali esensi mendongeng: menghubungkan manusia melalui cerita. Dan dari ruangan itu pula, sebuah gerakan literasi baru kembali disulut pelan, inklusif, dan penuh harapan.(Dna)
Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com





Komentar