Dewan Pakar Kompartemen Kebencanaan IKA ITS: Awan Panas Penyebab Utama Korban Erupsi Semeru
top of page

Dewan Pakar Kompartemen Kebencanaan IKA ITS: Awan Panas Penyebab Utama Korban Erupsi Semeru

Diperbarui: 14 Des 2021

LUMAJANG - analisapost.com | Senin, 13 Desember 2021 Kompartemen Kebencanaan IKA ITS mengeluarkan rilis yang disampaikan oleh Radian jadid, selaku Humas, bahwa mereka terus melakukan pergerakan dalam upaya mitigasi bencana Semeru. Mereka menurunkan beberapa tim untuk mitigasi. Sabtu malam tim berangkat disusul sebagian anggota tim yang lain pada minggu. Salah satu tim yang terjun ke lokasi erupsi Semeru terpatnya di Dusun Subersari (Kamar A), Desa Supiturang, dipimpin oleh Heri Inprasetyobudi MT, melibatkan beberapa dewan pakar hadir langsung mengambil raw data untuk bahan mitigasi dan penelitian lebih lanjut.

Foto : Jadid

Dr. Ir. Amien Widodo M.Si. selaku Dewan Pakar Kompartemen Kebencanaan IKA ITS langsung terjun kelapangan beserta para peneliti dan mahasiswanya. Ia menyatakan bahwa seperti diketahui Gunung Semeru mengeluarkan dua hal, yakni awan panas dan banjir lahar. Untuk awan panas kecepatan bisa sampai 200 m/jam, panasnya bisa 100 derajat celcius lebih.


Berbeda dengan sifat air pada banjir lahar yang bergerak mengalir mengikuti grafitasi atau menuju ke permukaan yanglebih rendah, untuk awan panas bisa melewat belokan, bisa melompat dan terus menerjang, melebar dari sumbernya. Terjangan awan panas yang kalau di Jogja (merapi) disebut wedus gembel inilah yang menjadi penyebab banyaknya korban jiwa pada erupsi Semeru kali ini. Hal itu terlihat dari kondisi korban yang kebanyakan mengalami luka bakar akibat awan panas tersebut.

Foto : Jadid

Amien juga menjelaskan bahwa sebenarnya sudah ada peta untuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Semeru. Ada KRB2 untuk kawasan rawan awan panas dan KRB 1 untuk kawasan rawan luapan lahar. Keduanya sama-sama berbahayanya. Perlu kewasadaan bagi masyarakat yang tinggal di bibir sungai. Kewaspadaannya harus tinggi, karena tahun 1977 sudah pernah terjadi, juga beberapa tahun setelahnya. Pengalaman harusnya dapat dijadikan pelajaran berharga untuk lebih meningkatkan kewapadaan dan tentunya lebih tinggi lagi, berbeda dari yang tinggal jauh dari bibir sungai.


Kita sangat berharap pada semacam hubungan masyarakat di hulu dengan yang di hilir untuk bersepaham dan bergotong royong mewujudkan semacam Early Warning System (EWS) atau sistem peringatan dini, tombol bahaya, sirine, atau media semacam. Kalau dipencet semua mendengar, bisa berbuat apa yang harus dilakukan.

Foto : Jadid

Bisa lari menyelamatkan diri dengan cepat. Bila ada kejadian di hulu, masyarakat di hilir segera bisa mendapatkan informasinya. Kalau dulu ada kentongan sebagai tombol tanda bahaya, sekarang ini dengan bantuan teknologi masyarakat punya HP, harus kerjasama, pakai HP, ada bahaya ditombol/dikabarkan, semua bisa langsung bertindak.


Haru segera diwujudkan sistem peringatan dini kebencanaan, tidak saja untuk Semeru, tapi juga untuk kawasan gunung berapi lainnya. Kompartemen Kebencanaan IKA ITS akan berupaya menggalang dan bersinergi dengan pihak terkait, memberikan masukan untuk segera terealisasinya hal tersebut. ”Kita akan upayakan segera. Dengan teknologi yang ada, akan bisa segera diupayakan karena masyarakat sangat membutuhkannya.” Pungkas Amien.(RJ/Red)



2.746 tampilan0 komentar
bottom of page