top of page

Dulu Teroris Kini Barista, Umar Patek Bangkit Meracik Kopi Ramu 1966

SURABAYA - analisapost.com | Nama Hisyam bin Alizein alias Umar Patek sempat menjadi momok bagi masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Ia dikenal sebagai salah satu pelaku utama dalam aksi teror Bom Bali 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang.

Hisyam bin Alizein alias Umar Patek, mantan teroris bom Bali
Hisyam bin Alizein alias Umar Patek, mantan teroris bom Bali (Foto: Div)

Namun kini, lebih dari dua dekade berlalu, Umar Patek memilih jalan yang berbeda. Ia tak lagi merakit bom, melainkan menyeduh kopi.


ā€œDulu aku dikenal karena hal yang menyakitkan dunia, tapi kini aku memilih jalan lain. Meramu rasa, menyeduh damai,ā€ ujar Umar Patek dengan tenang saat ditemui di salah satu sudut kafenya, Hedon Estate Surabaya, Selasa (3/6/25).


Di sana, di antara aroma robusta dan arabika, pria yang pernah menjadi teroris kini menata hidup baru lewat usahanya yang diberi nama "Kopi Ramu 1966" resep dari ibunya yakni kopi rempah bukan sekadar kedai kopi.


Lebih dari itu, ini adalah simbol transformasi, pernyataan sikap bahwa perubahan adalah mungkin bahkan untuk seseorang yang masa lalunya begitu kontroversial dan penuh luka.


Dari pantauan awak media AnalisaPost, tampak hadir beberapa petinggi Kepolisian, Komjen Pol Marthinus Hukom,S,I.K., M.Si, Kepala Badan Narkoba Nasional RI, Dahlan Iskan, H. Subandi, Jurnalis Senior, Bupati Sidoarjo hingga anggota Dewan DPR RI sekaligus Pengusaha Arizal Tom Liwafa.


Dari Penjara ke Warung Kopi

Umar Patek juga merupakan mantan anggota Jemaah Islamiyah yang paling dicari oleh pemerintah Amerika Serikat, Australia, dan Filipina sehingga membuat sayembara bagi siapapun yang dapat menangkapnya senilai 1 juta dolar.


Umar Patek akhirnya tertangkap di Abbottabad Pakistan pada tahun 2011 dan resmi bebas dari Lapas Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, pada 7 Desember 2022. Ia menyelesaikan masa hukumannya atas keterlibatannya dalam jaringan terorisme, termasuk perannya dalam aksi bom Bali.


Bebasnya ia dari tahanan menimbulkan beragam reaksi dari publik. Banyak yang skeptis, mengingat perannya dalam aksi terorisme berskala internasional. Namun, Umar memilih untuk menjawab itu semua dengan tindakan, bukan sekadar kata-kata. Kepada media, Umar mengaku telah melalui proses panjang dalam menyadari kesalahan masa lalunya.


Langkah pertamanya tak mudah. ā€œStigma sebagai mantan narapidana terorisme masih sangat kuat. Saya kesulitan diterima masyarakat, apalagi mencari pekerjaan,ā€ katanya.


Umar mengakui bahwa ia sempat kesulitan mencari pekerjaan dan sempat merasa kehilangan arah. Sebagai mantan narapidana kasus terorisme, stigma masyarakat masih membayangi langkahnya.


Titik balik hidupnya terjadi ketika ia bertemu drg. David Andreasmito, seorang dokter gigi sekaligus Owner Hedon Estate pengusaha asal Surabaya. Pertemuan itu terjadi dua bulan setelah ia menghirup udara bebas.

Hisyam bin Alizein alias Umar Patek, saat ditemui di Hedon Estate Kitchen & Lounge Surabaya
Hisyam bin Alizein alias Umar Patek, saat ditemui di Hedon Estate Kitchen & Lounge Surabaya (Foto: Div)

David tak hanya memberi kesempatan, tetapi juga mempercayai proses tobat Umar. Dari sinilah benih-benih usaha Ramu Kopi 1966Ā mulai dirintis. Kolaborasi bisnis kopi yang unik dan sarat makna: ā€œKopi Ramu 1966 by Umar Patekā€


ā€œSaya sudah tobat, sudah tidak mau meramu bom. Saya meramu kopi. Saya tidak mau lagi meramu yang lain, sudah,ā€ ungkapnya dengan suara mantap.


Bersama David, Umar mulai belajar seluk-beluk dunia kopi: dari memilih biji, mempelajari teknik roasting, hingga seni menyeduh yang memadukan rasa dan cerita.


Makna di Balik Nama

Nama ā€œRAMUā€ bukan dipilih tanpa alasan. Menurut Umar, itu adalah simbol pembalikan total dari masa lalunya yaitu UMAR. Jika dulu ia dikenal sebagai peramu bom, kini ia memilih meramu cita rasa kopi.


ā€œNama ā€˜Ramu’ dipilih karena itu adalah kebalikan dari nama saya, Umar. Ini simbol bahwa saya benar-benar ingin meninggalkan masa lalu saya,ā€ jelasnya.


Ramu Kopi 1966 hadir di dua lokasi: Hedon Estate Kitchen & Lounge di Surabaya dan satu cabang lagi di Banyuwangi. Di tempat ini, Umar tak hanya menyeduh kopi, tetapi juga menyeduh kisah-kisah perjalanan, pertaubatan, dan rekonsiliasi dengan masa lalu.


Ia ingin kafenya menjadi ruang perjumpaan, ruang dialog, tempat damai diracik dalam setiap gelas yang diseduh.


ā€œIni bukan hanya soal bisnis. Ini tentang menyampaikan pesan, bahwa manusia bisa berubah. Bahkan orang yang paling kelam masa lalunya sekalipun,ā€ katanya.


Konsep yang diusung Ramu Kopi 1966Ā pun jauh dari kesan eksklusif. Mengusung suasana hangat dan inklusif, Umar berharap siapa pun yang datang merasa diterima, tidak dihakimi, dan bisa melihat secercah harapan.


Merangkul Damai, Menolak Kekerasan

Umar Patek kini aktif menyuarakan pesan damai. Ia berharap kisahnya menjadi pembelajaran bahwa jalan kekerasan tidak pernah membawa pada kebahagiaan sejati.


ā€œSaya ingin anak muda belajar dari kesalahan saya. Jangan percaya pada ideologi kekerasan. Hidup terlalu berharga untuk diisi dengan kebencian,ā€ ujarnya.


Lebih dari sekadar pernyataan lisan, Umar terlibat aktif dalam kegiatan deradikalisasi dan pembinaan mantan narapidana terorisme lainnya. Ia berharap upaya yang ia lakukan dapat menjadi contoh, meski kecil, bahwa eksistensi mantan pelaku teror tidak harus berakhir di penjara sosial.

Chusnul Chotimah, korban bom Bali (kiri), drg. David Andreasmito (tengah), Hisyam bin Alizein alias Umar Patek
Chusnul Chotimah, korban bom Bali I (kiri), drg. David Andreasmito (tengah), Hisyam bin Alizein alias Umar Patek (kanan) (Foto: Div)

Pro dan Kontra yang Tak Terelakkan

Meski demikian, kehadiran Umar Patek di ruang publik masih menuai kontroversi. Beberapa pihak, termasuk keluarga korban Bom Bali, menyatakan keberatan atas bebasnya Umar dan aktivitasnya saat ini.


Chusnul Chotimah, salah satu penyintas tragedi Bom Bali I, telah melewati berbagai ujian berat dalam hidupnya. Ia mengalami luka bakar hingga hampir 70% di tubuhnya, kehilangan pekerjaan, harta benda, dan berbagai hal lainnya.


Tragedi tersebut meninggalkan luka mendalam, hingga membuat Chusnul dan almarhum suaminya sulit memberikan maaf kepada para pelaku.


Bahkan, dalam luapan amarah dan dendam, Chusnul dan suaminya sempat berencana mendatangi rumah salah satu pelaku, Ali Imron, di Lamongan untuk membakarnya.


"Kalau saya pribadi dari awal memang sulit memaafkan. Bahkan saya dan suami pernah berniat ke Lamongan, mau membakar rumahnya Pak Ali Imron. Tapi waktu itu saya mengingatkan suami," ungkap Chusnul kepada awak media AnalisaPost.


"Saya berharap Umar Patek dan pemerintah bisa membantu para korban bom Bali yang masih hidup dan keluarganya. Banyak dari mereka yang hidup sulit akibat sakit yang di derita seumur hidup hingga tidak bisa mencari kehidupan," ceritanya.


Mereka menilai luka yang ditimbulkan terlalu dalam untuk bisa dilupakan. Menanggapi hal itu, Umar tidak menampik.


ā€œSaya mengerti jika masih banyak yang tidak bisa menerima saya. Saya tidak bisa menghapus masa lalu saya. Tapi saya bisa memilih apa yang saya lakukan hari ini dan ke depan,ā€ katanya.


Menyedu Harapan dalam Cangkir

Kini, di balik meja bar kopi, Umar Patek bukan lagi sosok penuh kemarahan dan dendam. Ia adalah seorang pria yang memilih menebus kesalahan melalui kerja keras, kesederhanaan, dan kejujuran.


Di tiap cangkir kopi yang ia suguhkan, ada pesan harapan: bahwa bahkan dalam kegelapan terdalam, masih mungkin menyalakan cahaya.


ā€œSaya ingin berbagi pengalaman. Bukan untuk menyombongkan perubahan saya, tapi agar tidak ada lagi yang terjebak jalan yang pernah saya lalui.ā€tuturnya.

Grand Lounching Kopi Ramu 1966 by Umar Patek
Grand Lounching Kopi Ramu 1966 by Umar Patek (Foto: Div)

Meskipun membuka usaha adalah salah satu bentuk kemandirian, Umar menyadari bahwa tantangan masih panjang. Ia tak menutup kemungkinan untuk aktif di program deradikalisasi dan pembinaan bagi mantan napi terorisme lain.


Umar juga berharap kisahnya bisa menjadi pelajaran. Bahwa kejahatan sebesar apa pun, bila disesali dan diperbaiki, masih bisa diberi kesempatan untuk ditebus asal dilakukan dengan sungguh-sungguh.


Perjalanan Umar Patek dari dalang teror menjadi peramu kopi mungkin sulit dipercaya sebagian orang. Namun, melalui Ramu Kopi 1966, ia menunjukkan bahwa perubahan bukan hanya mungkin, tapi juga nyata.


Dari gelap menuju terang, dari bom ke biji kopi, Umar meracik kembali hidupnya. Dan di dalam tiap cangkir yang ia seduh, terselip satu harapan: damai yang abadi, untuk semua.(Che/Dna)


Dapatkan update berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari di analisapost.com

ComentƔrios


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya