top of page

ISTTS Dorong Ekosistem Inovasi Lewat DevFest Surabaya 2025

SURABAYA - analisapost.com | Institut Sains dan Teknologi Terpadu Surabaya (ISTTS) kembali menegaskan posisinya sebagai pusat pengembangan talenta digital Jawa Timur. Melalui kolaborasi dengan Google Developer Groups (GDG) Surabaya, IKADO, dan dukungan Konsulat Jenderal Amerika Serikat di Surabaya, kampus ini menjadi tuan rumah penyelenggaraan DevFest Surabaya 2025 yang digelar di Yarra Ballroom Surabaya, Sabtu (6/12/2025).

Konjen Amerika Serikat di Surabaya berfoto bersama dalam gelaran DevFest Surabaya 2025 yang diselenggarakan GDG Surabaya berkolaborasi dengan Institut STTS dan IKADO, Sabtu (6/12/2025).
Konjen Amerika Serikat di Surabaya berfoto bersama dalam gelaran DevFest Surabaya 2025 yang diselenggarakan GDG Surabaya berkolaborasi dengan Institut STTS dan IKADO, Sabtu (6/12/2025).(Foto: Div)

Acara teknologi terbesar komunitas Google di Indonesia Timur itu mempertemukan lebih dari 750 peserta mulai dari pengembang, mahasiswa, profesional industri, hingga akademisi untuk mendalami tren teknologi berbasis AI, machine learning, pengembangan aplikasi, hingga amplified AI yang kini menjadi fokus global.


Bagi ISTTS, DevFest bukan sekedar ajang berbagi ilmu, tetapi momentum strategis memperkuat ekosistem inovasi di Surabaya. Hal ini ditekankan oleh Prof. Dr. Ir. Esther Setiawan, S.Kom.,M.Kom, salah satu pengajar dan peneliti senior ISTTS.


"Hari ini kami membagikan berbagai teknologi terbaru berbasis AI kepada developer, agar mereka memahami tren terkini. Kolaborasi ini penting untuk membangun ekosistem IT yang kuat dan saling terhubung," jelas Esther.


ISTTS, juga membuka ruang yang lebih luas bagi talenta lokal melalui Call for Speakers, memberi kesempatan bagi peneliti dan developer Jawa Timur untuk menyampaikan riset atau inovasi terbaru mereka.


Menurut Esther, DevFest berperan sebagai jembatan antara kampus, industri, dan komunitas teknologi. Surabaya diharapkan terus tumbuh sebagai pusat pengembangan inovasi Indonesia.


Dalam salah satu sesi, Esther memaparkan studi kasus tentang bagaimana AI agents dapat berkolaborasi dalam mendeteksi risiko serangan jantung dan memantau kondisi kesehatan pasien secara real time. Teknologi tersebut juga mampu membantu masyarakat, misalnya dengan memberikan rekomendasi rumah sakit terdekat atau solusi kesehatan berbasis data.


"Teknologi ini sudah digunakan di berbagai negara. Harapan kami, ekosistem developer Surabaya dapat segera mengadopsinya dan menghadirkan solusi yang benar-benar bermanfaat," tuturnya.

Prof. Dr. Ir. Esther Setiawan, S.Kom.,M.Kom, salah satu pengajar dan peneliti senior ISTTS.
Prof. Dr. Ir. Esther Setiawan, S.Kom.,M.Kom, salah satu pengajar dan peneliti senior ISTTS (Foto: Div)

Menurutnya, AI kini bersifat multidisiplin. Tidak hanya relevan untuk mahasiswa teknologi, tetapi juga bagi mereka yang menekuni bisnis, kesehatan, hingga desain.


"Mahasiswa boleh menggunakan AI, tetapi mereka tetap harus memahami cara kerjanya. Mereka harus memiliki kemampuan computational thinking, memahami sistem, dan mampu mengelola teknologi yang mereka bangun," tegasnya.


“AI tidak bisa dihindari. Karena itu, pendidikan harus berkolaborasi dengan AI, bukan menolaknya. Namun mahasiswa tetap harus menjadi pengendali, bukan sekadar pengguna,” tutup Esther.


DevFest menyediakan tiga tingkat workshop beginner, intermediate, dan expert agar semua peserta dapat belajar sesuai level kemampuan masing-masing, mulai dari membuat model AI hingga mengintegrasikan AI ke aplikasi Android dan web.


Kehadiran Konjen Amerika Serikat di Surabaya, Christopher Green, menegaskan pentingnya hubungan antara ekosistem inovasi Indonesia dan Amerika Serikat.


"Kami dari pemerintah Amerika mendukung penuh inovasi dan kemitraan antara perusahaan Amerika dengan developer dan universitas di Indonesia. Tujuannya untuk memajukan kemakmuran kedua negara,” ujar Green.


Green menilai tingginya jumlah peserta menjadi bukti semangat generasi muda Indonesia untuk belajar dan menciptakan solusi baru. Ia juga mengapresiasi kolaborasi antara Konsulat AS, IKADO, dan ISTTS dalam menghadirkan DevFest tahun ini.


“Lebih dari 750 peserta hadir membawa ide dan solusi berbasis teknologi Google untuk menjawab berbagai tantangan di masa depan,” katanya.


Para pembicara memberikan materi seputar AI, pengembangan aplikasi, cloud, hingga praktik hands-on yang dapat langsung diterapkan peserta.


Salah satu sesi yang menjadi perhatian peserta adalah workshop teknis yang dipandu oleh Dr. Ir. Joan Santoso, S.Kom., M.Kom, Director of Research & Innovation Center ISTTS sekaligus Google Developer Expert (GDE) di bidang Google Cloud.


Joan menjelaskan bahwa workshop tersebut dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam tentang pembangunan agentic system menggunakan open model dari Google, yaitu Gamma.

Konjen Amerika Serikat di Surabaya, Christopher Green saat memberikan sambutan DevFest Surabaya 2025
Konjen Amerika Serikat di Surabaya, Christopher Green saat memberikan sambutan DevFest Surabaya 2025 (Foto: Div)

“Hari ini saya mengajarkan bagaimana membangun agentic system menggunakan open model Google, yakni Gamma. Kami membahasnya step by step, mulai dari konsep dasar hingga bagaimana model tersebut digunakan di dalam aplikasi,” jelasnya.


Workshop berdurasi 1,5 jam itu menggunakan teknologi Google Cloud sebagai fondasi pengembangan. Peserta diajak memahami proses memanfaatkan open model, men-deploy model ke Google Cloud, hingga mengembangkan aplikasi yang memanfaatkan kemampuan AI secara optimal.


“Kami mempelajari open model itu sendiri, lalu bagaimana memanfaatkan Google Cloud, melakukan deployment, dan mengembangkan sistemnya. Tujuannya agar peserta mendapatkan gambaran lengkap dari sisi pengembangan,” terang Joan.


Tidak hanya itu, peserta juga diajak melakukan stress test untuk menguji skalabilitas, performa, dan kebutuhan komputasi sistem berbasis cloud.


"Agentic system yang kita bangun perlu diuji skalabilitasnya. Kami mengajak peserta melakukan stress test Google Cloud agar mereka memahami kebutuhan industri, baik dari sisi aplikasi maupun efisiensi infrastruktur," tambahnya.


Joan menegaskan bahwa teknologi cloud termasuk Google Cloud telah lama diadopsi di Indonesia, namun edukasi dan berbagi pengetahuan tetap harus berkelanjutan agar ekosistem developer semakin matang.


"Teknologi cloud sudah banyak digunakan di Indonesia. Melalui forum seperti GDG dan DevFest, kita terus membangun budaya berbagi agar developer dan industri bisa memanfaatkannya secara maksimal," ujarnya.

Dr. Ir. Joan Santoso, S.Kom., M.Kom, Director of Research & Innovation Center ISTTS sekaligus Google Developer Expert (GDE) di bidang Google Cloud
Dr. Ir. Joan Santoso, S.Kom., M.Kom, Director of Research & Innovation Center ISTTS sekaligus Google Developer Expert (GDE) di bidang Google Cloud (Foto: Div)

Sebagai Google Developer Expert, Joan juga berharap developer muda semakin terbuka terhadap pemanfaatan teknologi cloud dan open model yang kini menjadi fondasi berbagai inovasi berbasis AI.


DevFest Surabaya 2025 menghadirkan pembicara dari berbagai bidang, seperti:

  • Sandhika Galih, GDE Web & Co-Founder WPU

  • Steve Ng, Lead Customer Engineer FlutterFlow

  • Alvin Prayuda Juniarta, Developer Relations Engineer Google Cloud

  • Tim RPS Jakarta


Para pembicara memberikan materi mendalam mengenai AI, aplikasi cloud, pengembangan web, mobile, hingga praktik langsung yang bisa diterapkan dalam proyek nyata.


Bagi ISTTS, DevFest adalah langkah nyata dalam membangun kota Surabaya sebagai pusat inovasi teknologi Indonesia. Dengan perpaduan antara akademisi, komunitas, dan industri, mahasiswa serta developer lokal diharapkan mampu menghadirkan solusi teknologi yang aman, scalable, dan relevan dengan kebutuhan global.(Dna)


Dapatkan berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari dan ikuti berita terbaru analisapost.com klik link ini jangan lupa di follow.

Komentar


bottom of page
analisa post 17.50 (0 menit yang lalu) kepada saya