Jumbleng Saksi Bisu Penangkapan Sakerah
- analisapost
- 18 Jul 2024
- 4 menit membaca
Diperbarui: 27 Jul 2024
PASURUAN - analisapost.com | Sakerah adalah kisah jawara yang menyimpan sejuta misteri dan banyak masyarakat penasaran akan kesaktiannya karena mampu melawan Belanda tanpa rasa takut menantang ketidakadilan yang dilakukan penjajah. Namun cerita ini terdengar asing di telinga masyarakat Indonesia kecuali masyarakat Jawa Timur dan Pulau Madura. Seperti apakah sesuangguhnya kisah perjuangan Sakerah?

Keturunan Arab
Diketahui Sakerah adalah warga keturunan Arab Yaman. Berdasarkan sumber di Museum Tropeen Amsterdam, Belanda, Sakerah mempunya nama asli Omar Bawazir dari Ayah Abdullah Bawazir, beliau menikah dengan gadis Madura, dan mempunyai anak bernama Omar BawazirĀ yang dikenal Sagiman. Mengikuti jejak sang ayah, Omar Bawazir juga menikahi gadis Madura dan di karunia 2 orang putra yakni Yasin BawazirĀ dan Yusuf Bawazir.
Kisah Perjuangan
Sebelum peristiwa kelam itu terjadi, orang Madura dikenal sebagai kelompok suku yang suka melakukan kegiatan perantauan untuk mengadu nasib. Hal itu membuat Sagiman seorang santri dan menjalani kesehariannya dengan nilai-nilai Islam mengadu nasib ke Desa Raci, Kelurahan Kolursari, Kecamatan Rembang, Bangil Pasuruan.
Ia datang ke Pasuruan dengan mengenakan baju bergaris merah putih, celana hitam dengan kumis lebat dan odheng (ikat kepala). Kedatangan Sagiman dari Madura ke Pasuruan, diterima sangat terbuka oleh masyarakat Pasuruan apalagi Sagiman dikenal sangat suka membantu masyarakat untuk mendapatkan kembali hak-haknya.
Di Pasuruan, Sagiman bekerja sebagai mandor di perkebunan tebu milik pabrik gula Kancil Mas, di Bangil. Dalam kesehariannya Sakera menenteng senjata parang melengkung seperti sabit yang disebut monteng untuk pekerjaannya saat panen tebu.
Suatu hari pabrik gula membutuhkan lahan baru untuk menanam tebu. karena kepentingan orang Belanda ambisius untuk membeli lahan perkebunan seluas-luasnya dengan harga semurah-murahnya, VOC bersama tuan-tuan tanah mengandalkan jagoan lokal atau blater sebagai serdadu bayaran. Dengan licik orang belanda menyuruh carik Rembang untuk bisa menyediakan lahan baru dengan iming-iming harta kekayaan. Para blater adalah preman-preman yang memaksa warga memberikan lahan-lahan agar ditanami tebu. Carik Rembang pun menggunakan cara kekerasan kepada rakyat. Sagiman yang mengetahui hal ini marah.
Oleh karena itu Sagiman sebagai pembela para pekerja paksa itu, juga menjadi tempat para pemilik lahan yang dirampas perkebunannya. Situasi tersebut membuat Sagiman sering berhadapan dengan para blater dalam duel maut, maupun pertarungan fisik.
Kehidupan yang nyaman sebagai mandor dan orang terpandang hilang seketika. Sagiman di tuding sebagai seorang pembunuh oleh karena itu ia mendapat julukan Sakerah yang berarti pandaiĀ ber-kerahĀ atau bertarung.

Penggunaan sabit monteng yang dilakukan inilah yang menimbulkan stigma kekerasan di kalangan masyarakat Madura. Ini dibentuk oleh pengaruh Belanda yang bertujuan merusak nama baik Sakerah.
Sayangnya semangat perjuangan Sakerah tidak pernah terdokumentasikan. Sakerah adalah salah satu dari banyaknya jawara yang ada di Indonesia, yang memperjuangkan daerahnya sendiri dari keganasan penjajahan Belanda. Sehingga nama dan jasa-jasanya hanya bisa di dengar di daerah sendiri.
"Pak Sakerah sangat sulit diketahui persembunyiannya. Kesaktiannya tidak ada yang bisa menandinginya. Tapi kalau ingin mengetahui cerita tentang Sakerah. Sayang nya saksi hidup yang melihat Sakerah di seret sudah meninggal dan bisa tanya langsung ke Buneh (keturunan dari saudara perempuan Sakerah)," ujar Kepala DesaTampong, Mohammad Sibramulasi dengan logat Maduranya.
"Harapan kami Sakerah bisa di resmikan sebagai tokoh atau pahlawan nasional dari Pasuruan karena dia berjuang melawan Belanda dan kisahnya bisa di bukukan seperti pejuang-pejuang lainnya agar di ketahui oleh masyarakat luas serta petilasannya bisa di jaga sebagai cagar budaya dan potensi daerahnya," harapnya.
Melacak Tapak Tilas Sakerah
Kisah Sakerah, jawara yang menjadi korban adu domba dan godaan kekayaan Belanda, meskipun namanya masih asing di telinga sebagaian orang, namun semangat juangnya patut mendapatkan apresiasi.
Sakerah terlihat sangar, garang dalam perlakuannya terhadap Belanda dan antek-anteknya, namun di mata masyarakat khususnya warga Madura dia dianggap berwibawa dan religius. Sakerah sangat taat beribadah hingga saat menjelang ajalnya tiba.
Melalui penelusuran dan informasi yang di dapat awak media AnalisaPost, berbagai versi kisah di ceritakan langsung oleh pihak yang mengaku masih memiliki keturunan Sakerah.
"Tempat penangkapan Sakera diberi nama Gang Sakera, sementara lubangnya masih ada di dekat pemakaman umum desa sini,ā ujar salah seorang perangkat desa Tampung, Kecamatan Rembang kepada awak media AnalisaPost sambil menunjukan lokasi tempat penangkapannya berbentuk lubang seperti kolam yang menjadi saksi bisu.

Diceritakan Sakerah sangat mencintai seni. Saat ia datang untuk memenuhi undangan, di tempat itulah sebuah petaka bagi dirinya. Dimana Sakerah terpeleset di salah satu Jumbleng (lubang) yang telah direkayasa sebagai arena panggung oleh para antek Belanda.
Akhirnya Sakerah berhasil ditangkap oleh Belanda dan tubuhnya diseret beramai-ramai oleh antek-antek belanda ke alun-alun Bangil.
Menurut versi dari keluarga keturunan Sakerah dari pihak keluarga perempuan, Sakerah dijebak secara licik dengan cara dipukul pakai bambu apus oleh kawan seperguruannya saat dia tampil pada acara tayub dan Sakerah pun tumbang.
Tetapi versi dari keluarga keturunan Sakerah dari pihak laki-laki, Abah demikian nama sapaan dari cicit Sakera, Bayu Iskandar Dinata (Abdullah Bawazir), putra dari Suroto Bawazir, cucu dari Yusuf Bawazir memaparkan bahwa Belanda dengan cara licik, mereka mendatangi teman seperguruan Sakera yang bernama Aziz untuk mencari kelemahan Sakera. Seperti biasa, Aziz di janjikan imbalan kekayaan oleh gubernur Belanda saat itu.
"Akhirnya Sakera dilumpuhkan dengan cara diajak berkelahi selama tiga hari tiga malam berturut-turut menggunakan senjata monteng hingga Sakerah lemas. Kondisi inilah yang dimanfaatkan gubernur Belanda. Sakerah gugur kemudian dimakamkan di Bekacak Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan di Kota Bangil,"ucapnya lirih.
Ibarat menembus jalan panjang tersunyi, sesuatu bagi keturunan keluarga Sakerah tak henti diperjuangkan secara sendirian sebagai suatu keyakinan yang diteguhi. Sakerah secara historis telah menggoreskan jejak bahwa Sakerah ini memang ada di peristiwa dalam ingatan dan batin para pejuang.

Menurut orang Madura, penindasan adalah bentuk paksa, perendahan harga diri seseorang. Bagi orang Madura, perendahan harga diri tersebut, tak bisa ditawar-tawar. Karena bakal menanggung malo.Ā āLebbi begus pote tollang e tembeng pote matah,ā begitu pepatah Madura. Yang artinya, lebih baik mati berkalang tanah ketimbang menanggung malu.
Dimana Keluarga Sakerah Sekarang??
Menurut sumber informasi yang dapat digali adalah kerabat dekat Sakerah dan keturunannya masih ada sebagian besar di wilayah Pasuruan Tampong, Bangil, Rembang, Situbondo.
Mengingat situasi politik Belanda yang menganggap Sakerah adalah extrim, maka sebagian keluarganya menjauh dan dikucilkan oleh masyarakat pada saat itu. Sedangkan keluarga dekat dan kerabatnya Sakerah telah menyebar ke beberapa kota di Nusantara.
Catatan yang bisa di renungkan
Sebetulnya kalau dilihat ceritanya Sakerah, adalah sebuah kritik sosial. Satu kritik terhadap penguasa atau tokoh-tokoh lokal yang mau diperalat dan dijadikan antek-antek karena mereka gampang dibeli oleh pemilik uang.
Gara-gara diiming-iming bonus dua kawanan Sakerah rela berkhianat. Mereka rela menjual martabat bangsa Indonesia dengan alasan butuh uang sehingga dengan gampang dipecah belah. Sebagian besar kekuatan yang dipakai adalah untuk menumpas Sakerah melalui orang-orang pribumi sendiri. (Dna/Che)
Dapatkan berita pilihan serta informasi menarik lainnya setiap hari dan ikuti berita terbaru analisapost.com di Google News klik link ini jangan lupa di follow.
Comments