top of page

Pandangan Psikolog RS. Bhayangkara Surabaya Tentang Kenakalan Remaja

SURABAYA - analisapost.com | Maraknya kasus kenakalan remaja menjadi fenomena yang dikawatirkan semakin hari semakin meresahkan kehidupan masyarakat baik dalam lingkup kecil maupun luas pengaruh lingkungan yang berkaitan dengan keluarga, sekolah, teman bermain atau lingkungan masyarakat umum.

Psikolog dari PPT RS. Bhayangkara Surabaya, Cita Juwita AR S.Psi.,M.Psi (Foto: Div)

Dalam menangani kasus tersebut diperlukan upaya untuk memastikan bahwa tindakan yang dilakukan sangat diperlukan bagi orang tua dan pendidik yang banyak berhubungan dengan mereka.


Psikolog dari PPT RS. Bhayangkara Surabaya, Cita Juwita AR S.Psi.,M.Psi saat ditemui awak media Analisa Post Jumat (9/12/22) terkait gengster yang melibatkan anak di bawah usia 18 tahun mengatakan bahwa kenakalan remaja terjadi bukan karena tanpa sebab, fenomena ini terjadi karena ada hal yang melatarbelakanginya.


Secara psikologi untuk anak-anak yang sudah masuk kearah remaja sebelum dewasa itu biasanya ada kebutuhan-kebutuhan psikologis misalnya kebutuhan pengakuan diri, kebutuhan berkelompok, pingin dirasa kuat dengan demikian, akan menimbulkan rasa percaya diri. Sehingga pada saat anak-anak ini berkerumun dalam jumlah yang banyak, melakukan tindakan yang disebut kriminal, justru mereka merasa puas karena apa yang dibutuhkan psikologisnya terpenuhi.


Hal ini biasanya terjadi lantaran kurangnya perhatian orang tua terhadap anak. Peran orang tua terhadap anak adalah ring pertama membentuk bagaimana anak ini berfikir, berprilaku dengan lingkungan atau figur lain. Perlu diingat bahwa kenakalan yang dilakukan oleh seorang anak bisa terjadi bukan karena mereka memang benar-benar memiliki perilaku buruk atau nakal, dalam beberapa kasus kenakalan yang diciptakan oleh anak terjadi lantaran untuk menarik perhatian dari orang tua. Jadi jangan heran jika anak menjadi suka tawuran, mengonsumsi minum-minuman keras, bergumul dengan pergaulan bebas.


Keadaan seperti ini penting agar bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi orang tua dalam mendidik dan memerhatikan anaknya, khususnya bagi orang tua yang anaknya terlibat dalam kasus kenakalan remaja.


Oleh karena itu, sudah saatnya masyarakat bersama orang tua dan pendidik maupun para profesional menyatukan langkah untuk memahami, mengelola, serta mengajak remaja mengembangkan diri secara positif sehingga di masa mendatang mereka dapat tumbuh menjadi generasi muda yang dewasa, matang, dan berkualitas.


Seperti yang sempat viral terjadi di daerah Surabaya Timur kenakalan remaja sudah memprihatinkan karena kenalana remaja saat ini terlihat pergeseran semula kenakalan remaja biasa saja, sekarang merambah segi kriminal.


Ada pandangan bahwasanya orang tua menjadi pokok utama sebab terjadinya kenakalan remaja, benarkah demikian?


"Pola asuh keluarga yang kurang maksimal, pengawasan kurang maksimal, di tambah faktor ekonomi, sehingga gengster ini adalah imbalan yang mereka menjanjikan misalnya ada pembagian rokok, makanan, uang dan lain sebagainya. Jadi pada saat ada kebutuhan ekonomi, akhirnya mereka ikut serta. Selain itu terkait pendidikan juga misalnya semakin rendah pendidikan, maka pengetahuan untuk menerima informasinya kurang."ujar Cita dengan ramah.

"Langkah prepentif yang bisa dilakukan adalah dimulai dari keluarga dulu. Orang tua perlu dikuatan terlebih dahulu dengan cara edukasi terhadap orang tua. Contoh perbedaan usia anak dan orang tua yang jauh, itu mempengaruhi bagaimana caranya memberikan informasi kepada anak. Anak remaja adalah anak yang sudah dewasa tetapi belum bisa mandiri sehingga di butuhkan orang tua yang sabar." paparnya.


Ia menjelaskan, untuk membuat anak-anak berubah maka kita harus memberikan hukuman-hukuman yang konstruktif dan rasional, seperti memberi anak-anak tanggung jawab agar hukumannya bisa berdampak panjang bagi perkembangan anak-anak tersebut.


Selain itu ia juga menggarisbawahi pentingnya reward atau penghargaan, seperti memberikan motivasi bagi perkembangan anak-anak.


"Ingat anak itu butuh orang tua yang mau mendengarkan dan masuk kedunianya sehingga terbentuk hubungan emosional yang bagus. Sebab pada umumnya orang tua maunya sendiri, dan anak maunya sendiri. Sehingga anak merasa orang tua itu hanya bisa mendikte, menyuruh, memerintah, dan anak disuruh nurut. Sedangkan dia melihat teman-temannya bisa lebih bebas, sehingga anak-anak akan lebih nyaman cerita dan kumpul sama temannya, daripada orang tuanya." jelasnya kepada awak media Analisa Post pagi itu.


Ia juga menekankan perlunya kesabaran dalam proses menangani kenakalan remaja. Menurutnya kita juga perlu untuk menilai anak-anak yang dalam kutip “bermasalah”, seperti melihat dan memahami melihat latar belakang anak-anak tersebut sebelum kita melakukan tindakan.


“Apabila anak melakukan pelanggaran maka harus ditegur apa kesalahannya, jangan langsung ke hukuman. Kemudian apabila anak itu tetap melakukan pelanggaran maka diajak ngobrol, komunikasi itu tetap penting. Mereka butuh didengarkan keinginannya, maunya apa, diajak diskusi. Karena anak akan merasa nyaman berbicara sama orang tua yang sefrekuensi dengan dia. Sehingga tidak terasa di intimidasi." tutupnya mengakhiri perbincangan.


Dapatkan Update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari analisapost.com

244 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page