Tidak Ada Sekolah, Menjadi Orang Tua
top of page

Tidak Ada Sekolah, Menjadi Orang Tua

SURABAYA - analisapost.com | Saat ini permainan Lato-lato sedang digandrungi anak-anak hingga dewasa. Selepas Covid 19 mereda, terlebih lagi dengan adanya pola pendidikan menggunakan media digital dan Gadget sebagai alat utamanya, banyak kita sebagai orang tua dipusingkan dengan adanya kecanduan Gadget hingga adanya kenalan remaja yang mengarah pada tindakan kekerasan hingga premanisme.

Menjadi orang tua tentu memiliki kapasitas dan tanggung jawab yang berbeda dengan orang dewasa lainnya, atau dengan pasangan suami istri yang masih belum dikarunai anak artinya diberikan kesempatan oleh TUHAN untuk membentuk seorang manusia, membentuk secara karakter dan kualitas kehidupannya, karena tugas yang mulia ini maka para orang tua harusnya memiliki ilmu yang benar dalam membentuk karakter dan kualitas hidup anak.


Banyak orang tua kadang hanya merasa tugasnya itu sebatas membuat seorang anak bisa hidup, diberi makan, diberi baju, diberi tempat tinggal, padahal ada tugas lain yang lebih mulia lebih hebat yaitu memenuhi kebutuhan pikirannya, yaitu bagaimana memprogram seorang anak untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari orang tuanya, menjadi pribadi yang lebih kaya, menjadi pribadi yang lebih santun dan lebih bermanfaat.


Ketika orang tua kita dulu dengan ilmu yang dimilikinya membentuk kita seperti ini, maka kita yang sekarang diberi giliran menjadi orang tua harus membentuk anak-anak kita menjadi lebih baik.


Untuk membentuk karakter anak diperlukan ilmu yang benar, ilmu tentang pikiran, ilmu tentang bagaimana mensugesti seorang anak agar sugesti-sugesti yang baik terinstal didalam pikirannya sehingga membentuk karakter diri seorang anak dan mejadikan nyata di kehidupannya. Ada kisah dua teman saya yang memperlakukan anak-anaknya secara berbeda.


Teman saya A ketika anaknya berbuat sesuatu terkesan nakal, misalnya mencoret tembok, menggeser kursi dan perilaku lainnya langsung mengatakan “Ayo, diem, kamu nakal, diem” dengan nada yang membentak. Sedangkan teman saya B ketika anaknya berbuat sesuatu yang terkesan nakal seperti kejadian diatas langsung memegang anaknya, dan berkata “ayo anak kreatif, anak sholeh, anak pinter, dirapikan dulu, anaknya bunda kan suka yang rapi."


Ada peristiwa yang sama dilakukan oleh dua orang anak, tetapi ternyata sugesti yang diberikan oleh orang tuanya masing-masing anak juga berbeda. Mungkin sebagian orang tua belum menyadari bahwa semua ucapan orang tua berikan kepada anak itu adalah sugesti yang masuk ke pikiran anak-anak kita, karena anak-anak termasuk kelompok manusia yang masih mudah menerima pengaruh maka ucapan orang tua pasti membentuk karakter anaknya.


Ketika saya ditemui oleh para orang tua yang mengeluhkan karakter anaknya, maka yang saya berikan saran atau sugesti bukanlah anaknya tetapi orang tuanya. Sebab yang membentuk karakter anak itu sejatinya adalah orang tuanya sendiri.


Inilah pentingya mempelajari ilmu Parenting bagi semua orang tua, bahkan karakter anak sudah bisa dibentuk orang tuanya sejak masih dalam kandungan. Dalam upaya membentuk anak-anak kita menjadi pribadi yang kreatif, berani dan memiliki nilai manfaat bagi dirinya dan sekitarnya, perlu kita saling belajar bersama karena pada dasarnya TIDAK ADA SEKOLAH MENJADI ORANG TUA, karena dari anaklah kita belajar menjadi Orang Tua.

Mulai edisi ini, kita akan belajar bersama untuk menjadi orangtua yang diidolakan anak melalui kolom PARENTING.


Syaiful Bachri, seorang suami dan ayah dari anak cowok yang berusia 18 tahun, akan berbagi ilmu dan informasi dari pengalaman mendampingi dan mengasuh anak serta mengelola keluarga

44 tampilan0 komentar

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page